Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah
kelompok organisme
yang tidak memiliki membran inti sel.[2]
Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota
dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki peran besar dalam
kehidupan di bumi.[2]
Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit,
sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri.[3]
Struktur sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel,
kerangka
sel, dan organel-organel
lain seperti mitokondria dan kloroplas.[4]
Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan antara sel prokariot
dengan sel eukariot
yang lebih kompleks.[5]
Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan
organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan
dalam tubuh manusia.[6][7][8][9] Pada
umumnya, bakteri berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat
berdiameter hingga 700 μm, yaitu Thiomargarita.[10]
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan
bahan pembentuk sangat berbeda (peptidoglikan).[11]
Beberapa jenis bakteri bersifat motil (mampu bergerak) dan mobilitasnya ini
Bakteri merupakan organisme mikroskopik.[13]
Hal ini menyebabkan organisme ini sangat sulit untuk dideteksi, terutama
sebelum ditemukannya mikroskop.[13]
Barulah setelah abad ke-19 ilmu tentang mikroorganisme, terutama bakteri (bakteriologi),
mulai berkembang.[13]
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, berbagai hal tentang bakteri telah berhasil ditelusuri.[13]
Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak terlepas dari peranan berbagai tokoh
penting Robert
Hooke, Antoni van Leeuwenhoek,
Ferdinand Cohn, dan Robert Koch.[13]
Istilah bacterium diperkenalkan di kemudian hari oleh Ehrenberg pada tahun 1828, diambil dari kata
Yunani
βακτηριον (bakterion) yang memiliki arti "batang-batang kecil".[13]
Pengetahuan tentang bakteri berkembang setelah serangkaian percobaan yang
dilakukan oleh Louis Pasteur, yang melahirkan cabang ilmu mikrobiologi.[13]
Bakteriologi
adalah cabang mikrobiologi yang mempelajari biologi bakteri.[5]
Robert Hooke (1635-1703), seorang ahli matematika dan
sejarahwan berkebangsaan Inggris, menulis sebuah buku yang berjudul Micrographia
pada tahun 1665 yang
berisi hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop sederhana.[13]Akan
tetapi, Robert Hooke masih belum dapat menumukan struktur bakteri.[13]
Dalam bukunya tersebut, tergambar hasil penemuannya mengenai tubuh buah kapang.[13]
Walau demikian, buku inilah yang menjadi sumber deskripsi awal dari
mikroorganisme.[13]
Antoni van Leeuwenhoek
(1632—1723) hidup di era yang sama dengan Robert Hooke di mana pengamatan
dengan mikroskop masih sangat sederhana.[13]
Terinspirasi dari kerja Robert Hooke, ia membuat mikroskop rancangannya sendiri
dengan sangat baik untuk mengamati makhluk mikroskopik ini pada berbagai media
alami pada tahun 1684.[13]
Antoni van Leeuwenhoek berhasil menemukan bakteri untuk pertama kalinya di
dunia pada tahun 1676.[13]
Hasil temuannya dikirimkan ke Royal Society of
London yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1684.[13]
Penemuan ini segera mendapat banyak konfirmasi dari ilmuwan lainnya.[13]
Sejak saat itulah, tidak hanya ilmu tentang bakteri tetapi juga mikroorganisme
pada umumnya pun mulai berkembang.[13]
Ferdinand Cohn (1828-1898) merupakan seorang botanis berkebangsaan Breslau
(sekarang Polandia).[13]
Hasil penemuannya banyak berkisar tentang bakteri yang resisten terhadap panas.[13]
Ketertarikannya pada kelompok bakteri ini mengarahkannya pada penemuan kelompok
bakteri penghasil endospora yang resisten terhadap
suhu tinggi.[13]
Ferdinand Cohn juga berhasil menjelaskan siklus hidup bakteri Bacillus yang sekaligus
menjelaskan mengapa bakteri ini bersifat tahan panas.[13]
Selanjutnya, ia juga membuat dasar klasifikasi bakteri sederhana dan
mengembangkan beberapa metode untuk mencegah kontaminasi pada kultur
bakteri, seperti penggunaan kapas sebagai penutup pada labu takar, erlenmeyer,
dan tabung reaksi. Metode ini kemudian digunakan oleh ilmuwan lain, Robert Koch.[13]
Robert Koch (1843-1910), seorang ahli fisika
berkebangsaan Jerman,
banyak melakukan penelitian mengenai penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.[13]
Ilmuwan pada awalnya mempelajari penyakit antraks yang
banyak menyerang hewan ternak.[14]
Penyakit ini disebabkan oleh Bacillus anthracis, salah satu bakteri
penghasil endospora.[14]
Robert Koch juga merupakan orang pertama yang berhasil mendapatkan isolat murni
Mycobacterium tuberculosis, bakteri
penyebab penyakit tuberkulosis.[13][15]
Berdasarkan dua penelitian mengenai penyakit ini, Robert Koch berhasil membuat
Postulat Koch, sebuah teori mengenai mikroorganisme spesifik untuk penyakit
yang spesfik.[13]
Beliau juga berhasil menemukan metode untuk mendapatkan isolat murni dari
bakteri.[13]
Penemuan lainnya adalah penggunaan media kultur padat untuk menumbuhkan bakteri
di luat habitat
aslinya.[13]
Pada awalnya ia menggunakan potongan kentang dan
kemudian dikembangkan dengan menggunakan nutrien gelatin.[13]
Penggunaan nutrien gelatin masih memiliki banyak kekurangan yang pada akhirnya
penggunaanya digantikan dengan agar (sejenis polisakarida)
yang digagas oleh istri Walter Hesse yang juga
bekerja bersama Robert Koch.[13]
Struktur sel bakteri
Seperti prokariot (organisme yang tidak memiliki
membran inti) pada umumnya,
semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana.
[16]
Sehubungan dengan ketiadaan membran inti, meteri genetik (
DNA dan
RNA) bakteri
melayang-layang di daerah sitoplasma yang bernama
nukleoid.
[16]
Salah satu struktur bakteri yang penting adalah
dinding sel.
[17]
Bakteri dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar berdasarkan struktur
dinding selnya, yaitu bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.
[16]
Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan
peptidoglikan
(sejenis molekul
polisakarida) yang tebal dan
asam teikoat, sedangkan
bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan
mempunyai struktur
lipopolisakarida yang tebal.
[16][5]
Metode yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini
dikembangkan oleh ilmuwan Denmark,
Hans Christian Gram
pada tahun 1884.
[16]
Banyak bakteri memiliki struktur di luar sel lainnya seperti
flagel dan
fimbria yang digunakan untuk
bergerak, melekat dan
konjugasi.
[17]
Beberapa bakteri juga memiliki kapsul yang beperan dalam melindungi sel bakteri
dari kekeringan dan
fagositosis.
[16]
Struktur kapsul inilah yang sering kali menjadi faktor virulensi penyebab
penyakit, seperti yang ditemukan pada
Escherichia
coli dan
Streptococcus
pneumoniae.
[16]
Bakteri juga memiliki
kromosom,
ribosom, dan beberapa spesies lainnya memiliki
granula makanan,
vakuola gas, dan
magnetosom.
[16]
Beberapa bakteri mampu membentuk diri menjadi
endospora yang membuat mereka
mampu bertahan hidup pada lingkungan ekstrim.
[18]
Clostridium botulinum merupakan salah
satu contoh bakteri penghasil endospora yang sangat tahan suhu dan tekanan
tinggi, dimana bakteri ini juga termasuk golongan bakteri pengebab keracunan
pada makanan kaleng.
[18]
Morfologi
bakteri
Berbagai bentuk tubuh bakteri
Berdasarkan bentuknya, bakteri
dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
- Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat
seperti bola dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut:[19][20]
- Mikrococcus,
jika kecil dan tunggal
- Diplococcus,
jka berganda dua-dua
- Tetracoccus,
jika bergandengan empat dan membentuk bujur sangkar
- Sarcina,
jika bergerombol membentuk kubus
- Staphylococcus,
jika bergerombol
- Streptococcus,
jika bergandengan membentuk rantai
- Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang
berbentuk batang atau silinder, dan mempunyai variasi sebagai berikut:[19][20]
- Diplobacillus,
jika bergandengan dua-dua
- Streptobacillus,
jika bergandengan membentuk rantai
- Spiral (Spirilum) adalah bakteri yang berbentuk
lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut:[19][20]
- Vibrio,
(bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran (bentuk koma)
- Spiral,
jika lengkung lebih dari setengah lingkaran
- Spirochete,
jika lengkung membentuk struktur yang fleksibel.[20]
Bentuk tubuh/morfologi bakteri
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium, dan usia. Walaupun secara
morfologi berbeda-beda, bakteri tetap merupakan sel tunggal yang dapat hidup
mandiri bahkan saat terpisah dari koloninya.[20]
Alat
gerak
Gambar alat gerak bakteri:
A-Monotrik; B-Lofotrik; C-Amfitrik; D-Peritrik;
Banyak spesies bakteri
yang bergerak menggunakan flagel.[21]
Bakteri yang tidak memiliki alat gerak biasanya hanya mengikuti pergerakan
media pertumbuhannya atau lingkungan tempat bakteri tersebut berada.[21]
Sama seperti struktur kapsul, flagel juga dapat menjadi agen penyebab penyakit
pada beberapa spesies bakteri.[21]
Berdasarkan tempat dan jumlah flagel yang dimiliki, bakteri dibagi menjadi lima
golongan, yaitu:[22][21]
- Atrik,
tidak mempunyai flagel.[22][21]
- Monotrik,
mempunyai satu flagel pada salah satu ujungnya.[22][21]
- Lofotrik,
mempunyai sejumlah flagel pada salah satu ujungnya.[22][21]
- Amfitrik,
mempunyai satu flagel pada kedua ujungnya.[22][21]
- Peritrik,
mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya.[22][21]
Habitat
Bakteri merupakan mikroorganisme
ubikuotus, yang berarti melimpah dan banyak ditemukan di hampir semua tempat.[2] Habitatnya sangat
beragam; lingkungan perairan, tanah, udara, permukaan daun, dan bahkan dapat
ditemukan di dalam organisme hidup.[2] Diperkirakan
total jumlah sel mikroorganisme yang mendiami muka bumi ini adalah 5x1030.[2]
Bakteri dapat ditemukan di dalam tubuh manusia, terutama di dalam saluran pencernaan yang jumlah selnya 10 kali
lipat lebih banyak dari jumlah total sel tubuh manusia. [23]
Oleh karena itu, kolonisasi bakteri sangatlah mempengaruhi kondisi tubuh
manusia.[24]
Thermus aquatiqus, bakteri termofilik yang banyak diaplikasikan dalam bioteknologi.
Terdapat beragam jenis bakteri yang
mampu menghabitasi daerah saluran pencernaan manusia, terutama pada usus besar,
diantaranya adalah bakteri asam laktat dan kelompok enterobacter .[5]
Contoh bakteri yang biasa ditemukan adalah Lactobacillus acidophilus.[5][25]
Di samping itu, terdapat pula kelompok bakteri lain, yaitu probiotik,
yang bersifat menguntungkan karena dapat menunjang kesehatan dan
bahkan mampu mencegah terbentuknya kanker usus besar.[26]
Selain di dalam saluran pencernaan, bakteri juga dapat ditemukan di permukaan kulit, mata, mulut, dan kaki manusia.[24]
Di dalam mulut dan kaki manusia terdapat kelompok bakteri yang dikenal dengan
nama metilotrof,
yaitu kelompok bakteri yang mampu menggunakan senyawa karbon tunggal
untuk menyokong pertumbuhannya.[27][28][29] Di
dalam rongga mulut, bakteri ini menggunakan senyawa dimetil sulfida yang
berperan dalam menyebabkan bau pada mulut manusia.[30][31]
Beberapa kelompok mikroorganisme ini
mampu hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan organisme lain untuk hidup.[32]
Kondisi lingkungan yang ekstrim ini menuntut adanya toleransi, mekanisme
metabolisme, dan daya tahan sel yang unik.[2][33][34]
Sebagai contoh, Thermus aquatiqus
merupakan salah satu jenis bakteri yang hidup pada sumber air panas dengan
kisaran suhu 60-80 oC.[2]
Tidak hanya di lingkungan bersuhu tinggi, bakteri juga dapat ditemukan pada
lingkungan dengan suhu yang sangat dingin.[35]
Pseudomonas
extremaustralis ditemukan pada Antartika
dengan suhu di bawah 0 oC.[35]
Di samping pengaruh ekstrim temperatur, bakteri juga dapat hidup pada berbagai
lingkungan lain yang hampir tidak memungkinkan adanya kehidupan (lingkungan
steril).[36]
Halobacterium
salinarum dan Halococcus sp. adalah
contoh dari bakteri yang dapat hidup pada kondisi garam (NaCl) yang sangat
tinggi (15-30%).[36][37]
Tedapat pula beberapa jenis bakteri yang mampu hidup pada kadar gula tinggi (kelompok osmofil), kadar air rendah (kelompok xerofil), derajat
keasaman pH sangat
tinggi, dan rendah.[2]
Beberapa komunitas bakteri dapat
bertahan hidup di dalam awan dengan ketingian hingga 10 kilometer. Sebuah tim
peneliti menggunakan pesawat tua DC-8 yang dimodifikasi sebagai laboratorium
terbang berhasil menggambil sampel sejumlah bakteri di awan dalam kondisi
badai. Bakteri yang hidup dalam nukleasi es terbawa badai dan bertahan dalam
ionisasi awan.[38]
Pengaruh
lingkungan terhadap bakteri
Kondisi lingkungan yang mendukung
dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri.[39]
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi
bakteri adalah suhu,
kelembapan,
dan cahaya.[39]
Secara umum, terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan
pengamatan sel bakteri terhadap berbagai parameter tersebut, seperti mikroskop
optikal, mikroskop elektron, dan atomic force
microscope (AFM).[39]
Suhu
Suhu berperan penting
dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme
bagi semua makhluk hidup.[2]
Khususnya bagi bakteri, suhu lingkungan yang berada lebih tinggi dari suhu yang
dapat ditoleransi akan menyebabkan denaturasi protein dan
komponen sel esensial
lainnya sehingga sel akan mati.[2]
Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sitoplasma
tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan
terhambat dan proses kehidupan sel akan terhenti.[2]
Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 4 golongan:
- Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada
daerah suhu antara 0°– 30 °C, dengan suhu optimum 15 °C.
- Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di
daerah suhu antara 15° – 55 °C, dengan suhu optimum 25° – 40 °C.
- Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup
di daerah suhu tinggi antara 40° – 75 °C, dengan suhu optimum 50 -
65 °C
- Bakteri hipertermofil, yaitu bakteri yang hidup
pada kisaran suhu 65 - 114 °C, dengan suhu optimum 88 °C.[2]
Kelembaban
relatif
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban relatif (relative humidity,
RH) yang cukup tinggi, kira-kira 85%.[2]
Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai kandungan air yang terdapat di
udara.[2]
Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme
terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.[2]
Sebagai contoh, bakteri Escherichia
coli akan mengalami penurunan daya tahan dan elastisitas dinding selnya
saat RH lingkungan kurang dari 84%.[39]
Bakteri gram positif cenderung hidup pada kelembaban udara yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bakteri gram negatif terkait dengan perubahan struktur
membran selnya yang mengandung lipid bilayer.[40]
Cahaya
Cahaya merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri.[41]
Secara umum, bakteri dan mikroorganisme lainnya dapat hidup dengan baik pada
paparan cahaya normal.[41]
Akan tetapi, paparan cahaya dengan intensitas sinar
ultraviolet (UV) tinggi dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan bakteri.[41]
Teknik penggunaan sinar UV, sinar x, dan sinar gamma
untuk mensterilkan suatu lingkungan dari bakteri dan mikroorganisme lainnya
dikenal dengan teknik iradiasi yang mulai berkembang
sejak awal abad ke-20.[41][5].
Metode ini telah diaplikasikan secara luas untuk berbagai keperluan, terutama
pada sterilisasi makanan untuk meningkatkan masa simpan dan daya tahan.[5]
Beberapa contoh bakteri patogen yang mampu dihambat ataupun dihilangkan antara
lain Escherichia coli 0157:H7 and Salmonella.[5]
Radiasi
Radiasi pada
kekuatan tertentu dapat menyebabkan kelainan dan bahkan dapat bersifat letal
bagi makhluk
hidup, terutama bakteri.[42]
Sebagai contoh pada manusia, radiasi dapat menyebabkan penyakit hati akut, katarak, hipertensi,
dan bahkan kanker.[42]
Akan tetapi, terdapat kelompok bakteri tertentu yang mampu bertahan dari
paparan radiasi yang sangat tinggi, bahkan ratusan kali lebih besar dari daya
tahan manusia tehadap radiasi, yaitu kelompok Deinococcaceae. [43]
Sebagai perbandingan, manusia pada umumnya tidak dapat bertahan pada paparan
radiasi lebih dari 10 Gray (Gy, 1 Gy = 100 rad), sedangkan
bakteri yang termasuk dalam kelompok ini dapat bertahan hingga 5.000 Gy.[43][44]
Pada umumnya, paparan energi radiasi
dapat menyebabkan mutasi
gen dan putusnya rantai DNA.[45]
Apabila terjadi pada intensitas yang tinggi, bakteri dapat mengalami kematian.[45] Deinococcus radiodurans memiliki
kemampuan untuk bertahan terhadap mekanisme perusakan materi genetik tersebut
melalui sistem adaptasi
dan adanya proses perbaikan rantai DNA yang sangat efisien.[45]
Peranan
Bidang
lingkungan
Keanekaragaman bakteri dan jalur
metabolismenya menyebabkan bakteri memiliki peranan yang besar bagi lingkungan.[5]
Sebagai contoh, bakteri saprofit menguraikan tumbuhan
atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran organisme.[5]
Bakteri tersebut menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2,
gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana.[5]
Contoh bakteri saprofit antara lain Proteus dan Clostridium.[5]
Tidak hanya berperan sebagai pengurai senyawa organik, beberapa kelompok
bakteri saprofit juga merupakan patogen oportunis.[5]
Frankia alni, salah satu bakteri pengikat N2 yang berasosiasi
dengan tanaman membentuk bintil akar.
Kelompok bakteri lainnya berperan
dalam siklus nitrogen, seperti bakteri nitrifikasi.[2]
Bakteri nitrifikasi adalah kelompok bakteri yang mampu menyusun senyawa nitrat
dari senyawa amonia yang pada umumnya berlangsung secara aerob di dalam tanah.[46]
Kelompok bakteri ini bersifat kemolitotrof.[46]
Nitrifikasi terdiri atas dua tahap yaitu nitritasi (oksidasi amonia (NH4)
menjadi nitrit (NO2-)) dan nitratasi (oksidasi senyawa
nitrit menjadi nitrat (NO3)).[46]
Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan karena menghasilkan
senyawa yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat.[46]
Setelah reaksi nitrifikasi selesai, akan terjadi proses dinitrifikasi yang dilakukan
oleh bakteri denitrifikasi.[46]
Denitrifikasi sendiri merupakan reduksi anaerobik senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas (N2)
yang lebih mudah diserap dan dimetabolisme oleh berbagai makhluk hidup.[2]
Contoh bakteri yang mampu melakukan metabolisme ini adalah Pseudomonas stutzeri,
Pseudomonas aeruginosa, and Paracoccus
denitrificans.[47]
Di samping itu, reaksi ini juga menghasilkan nitrogen dalam bentuk lain,
seperti dinitrogen oksida (N2O).[2]
Senyawa tersebut tidak hanya dapat berperan penting bagi hidup berbagai
organisme, tetapi juga dapat berperan dalam fenomena hujan asam
dan rusaknya ozon.[2]
Senyawa N2O akan dioksidasi menjadi senyawa NO dan selanjutnya
bereaksi dengan ozon (O3) membentuk NO2- yang
akan kembali ke bumi dalam bentuk hujan asam (HNO2).[2]
Di bidang pertanian
dikenal adanya suatu kelompok bakteri yang mampu bersimbiosis
dengan akar tanaman atau hidup bebas di tanah untuk membantu
penyuburan tanah.[5] Kelompok
bakteri ini dikenal dengan istilah bakteri pengikat nitrogen atau singkatnya bakteri
nitrogen. Bakteri nitrogen adalah kelompok bakteri yang mampu mengikat nitrogen
(terutaman N2) bebas di udara dan mereduksinya menjadi senyawa
amonia (NH4) dan ion nitrat (NO3-) oleh
bantuan enzim nitrogenase.[48][49]
Kelompok bakteri ini biasanya bersimbiosis
dengan tanaman kacang-kacangan
dan polong untuk membentuk suatu simbiosis mutualisme berupa nodul atau bintil akar
untuk mengikat nitrogen bebas di udara yang pada umumnya tidak dapat digunakan
secara langsung oleh kebanyakan organisme.[49][2]
Secara umum, kelompok bakteri ini dikenal dengan istilah rhizobia,
termasuk di dalamnya genus
bakteri Rhizobium, Bradyrhizobium, Mesorhizobium, Photorhizobium, dan Sinorhizobium.[2]
Contoh bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman polong-polongan
yaitu Rhizobium
leguminosarum, yang hidup di akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar.[2]
Bidang
pangan
Terdapat beberapa kelompok bakteri
yang mampu melakukan proses fermentasi dan hal ini telah banyak diterapkan pada
pengolahan berbagi jenis makanan.[5]
Bahan pangan
yang telah difermentasi pada umumnya akan memiliki masa simpan yang lebih lama,
juga dapat meningkatkan atau bahkan memberikan cita rasa
baru dan unik pada makanan tersebut.[5]
Beberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan:
No.
|
Nama
produk atau makanan
|
Bahan
baku
|
Bakteri
yang berperan
|
1.
|
Yoghurt
|
susu
|
|
2.
|
Mentega
|
susu
|
|
3.
|
Terasi
|
ikan
|
|
4.
|
Asinan buah-buahan
|
buah-buahan
|
|
5.
|
Sosis
|
daging
|
|
6.
|
Kefir
|
susu
|
|
Beberapa spesies bakteri pengurai
dan patogen dapat tumbuh di dalam makanan.[50]
Kelompok bakteri ini mampu memetabolisme berbagai komponen di dalam makanan dan
kemudian menghasilkan metabolit sampingan yang bersifat racun.[50] Clostridium botulinum, menghasilkan racun
botulinin, seringkali terdapat
pada makanan kalengan dan kini senyawa tersebut dipakai sebagai bahan dasar
botox.[50]
Beberapa contoh bakteri perusak makanan:
Bidang
kesehatan
Tidak hanya di bidang lingkungan dan
pangan, bakteri juga dapat memberikan manfaat dibidang kesehatan. Antibiotik
merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan mempunyai daya hambat
terhadap kegiatan mikroorganisme lain dan senyawa ini banyak digunakan dalam
menyembuhkan suatu penyakit.[5]
Beberapa bakteri yang menghasilkan antibiotik adalah:
Dekomposisi
Dekomposisi buah persik setelah 6
hari.
Proses degradasi
jasad makhluk hidup dilakukan oleh banyak organisme, salah satunya adalah
bakteri. Beberapa jenis bakteri, terutama bakteri heterotrof,
mampu mendegradasi senyawa organik dan menggunakannya untuk menunjang
pertumbuhannya.[58]
Proses dekomposisi ini dibantu oleh beberapa jenis enzim untuk memecah makromolekul,
seperti karbohidrat,
protein, dan lemak, untuk dipecah
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sebagai contoh, enzim protease
digunakan untuk memecah protein menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam amino.[58]
Proses dekomposisi ini juga berperan dalam pengembalian unsur-unsur, terutama karbon dan nitrogen, ke
alam untuk masuk ke dalam siklus lagi.[59]
Dekomposisi jasad makhluk hidup
dimulai oleh bakteri yang hidup di dalam tubuh manusia, dimulai dari
jaringan-jaringan otot.[59]
Proses ini dipercepat saat tubuh telah dikuburkan. Reaksi pertama dalam
dekomposisi ini adalah hidrolisis protein oleh protease
membentuk asam
amino.[59]
Selanjutnya, asam amino akan diubah menjadi asam asetat,
gas hidrogen,
gas nitrogen,
dan karbon dioksida sehingga pH lingkungan akan turun
menjadi 4-5.[59]
Reaksi ini dilakukan oleh bakteri acetogen. Pada tahap akhir,
semua senyawa tersebut diubah menjadi gas metana oleh metanogen.[59]
0 komentar:
Posting Komentar