SubmitYahoo Modul TUBERKULOSIS ~ Febri Irawanto - ilmu kita

Google Plus

Sabtu, 20 November 2010

Modul TUBERKULOSIS

TUBERKULOSIS
Miftah Rachman

Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan dunia yang sangat besar terutama bagi negara b
erkembang. WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi basil tuberkel ini dan setiap tahunnya terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta orang meninggal karena penyakit ini. 95% kasus terjadi di negara berkembang, meskipun demikian dengan berkembangnya penyakit HIV AIDS maka di negara majupun kasusnya semakin meningkat.
Di Indonesia menurut SKRT tahun 1980-1986 tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian nomor 4 terbanyak di Indonesia, dan meningkat pada SKRT tahun 1992 menjadi penyebab kematian nomor 2. Setiap tahun diperkirakan di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Mayoritas penderita TB berumur 15 – 45 tahun yang berusia produktif, umumnya ekonomi lemah dan berpendidikan rendah.

Kuman Tuberkulosis
Kuman ini berbentuk batang (basil) , aerob, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pertumbuhan lambat, dapat hidup intraselular dalam makrofag, atau extrasellular pada kavitas. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun.

Patogenesis
Interaksi Mycobacterium tuberkulosis sebagai agent dengan manusia sebagai host dimulai ketika droplet nuclei yang mengandung mikroorganisme dari penderita yang infeksius terhirup. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada di sekitarnya, terutama kontak erat. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Mayoritas basil yang terhirup akan terperangkap di saluran nafas atas dan akan dikeluarkan oleh sel mukosa bersilia. Biasanya kurang dari 10 % yang dapat mencapai alveoli. Di dalam alveoli, terjadi aktivasi makrofag alveolar akibat adanya basil, sebagai mekanisme pertahanan tubuh yang non spesifik. Kemampuan bakterisid makrofag alveolar dan virulensi kuman menentukan ada atau tidaknya infeksi di alveolar. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Selama beberapa hari atau minggu basil tumbuh secara lambat membelah diri di dalam makrofag yang kemampuan bakterisidnya kurang baik. Jika makrofag tersebut pecah, maka monosit yang ada dalam aliran darah akan ditarik menuju ke tempat tersebut dan memakan basil-basil yang dikeluarkan oleh makrofag. Pada stadium awal infeksi ini biasanya asimptomatis.
Dua sampai empat minggu setelah infeksi, timbul respon dari host terhadap pertumbuhan basil Mycobakterium tuberkulosis, yaitu respon kerusakan jaringan, akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan respon cell mediated imunity yang akan mengaktifkan makrofag yang mampu untuk memakan basil M. TBC. Dengan pembentukan imunitas spesifik dan pengumpulan sejumlah besar makrofag yang diaktifkan (activated macrofag) pada tempat lesi primer maka terbentuklah tuberkel (Ghon fokus). Imunitas spesifik ini akan mulai membatasi makrofag yang tidak teraktivasi dan membentuk nekrosis perkijuan, sehingga basil M TBC tidak mudah lagi bermultiplikasi. Meskipun demikian basil-basil ini akan dapat bertahan hidup dalam keadaan dormant (tidur). Populasi tuberkel mungkin stabil selama periode yang lama, bahkan sepanjang hidup penderita kecuali terdapat penurunan imunitas tubuh host yang dapat mengaktikan kembali basil tersebut.
Pada kasus dimana respon makrofag yang teraktifasi tidak baik seperti pada orang dengan daya tahan tubuh yang kurang, maka lesi tuberkel akan makin membesar. Pada pusat lesi, nekrosis perkijuan akan mencair dan terjadi proliferasi ekstraselular. Materi perkijuan yang mencair ini akan mengandung banyak basil M TBC yang akan dialirkan melalui bronkus dan terbentuklah kavitas. Di dalam kavitas ini basil dapat dengan mudah bermultiplikasi dan dapat menyebar melalui saluran udara dan lingkungan luar melalui sputum yang dibatukkan. Basil-basil lain dapat disebarkan melalui limfatik menuju KGB hilar dan mediastinum. Atau dapat juga melalui pembuluh darah vena dan selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,diperkirakan sekitar 6 bulan.

Manifestasi Klinis
1. TB Paru Primer
TBC paru primer terjadi pada saat pertama kali terpapar basil dan sering terjadi pada anak-anak. Droplet yang terhirup dapat melewati system pertahan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif.
Lokasi biasanya di apex karena konsentrasi O2 tinggi. Lesi tuberkel yang terbentuk biasanya disertai limfadenopati hiler dan paratrakeal. Kombinasi fokus primer dan pembesaran KGB disebut Kompleks Primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Sebagian besar kasus sembuh spontan dan membentuk nodul kalsifikasi.
2. TB Paru Post Primer / TB Paru Sekunder
Tuberkulosis post primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun, misalnya akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Terjadi pada orang dewasa, akibat reaktivasi endogen infeksi laten. Parenkim paru yang terkena bervariasi dari suatu infiltrat yang kecil sampai dengan bentuk kavitas.
3. TB Milier
Terjadi akibat penyebaran secara hematogen basil dari tuberkel. Pada tipe ini banyak lesi kecil di seluruh lapangan paru terutama di inferior.
4. Epituberkulosis
Terjadi akibat sumbatan karena silier bronkus tak dapat mensekresi mukus ke luar bronkus sehingga timbul infiltrat di distal paru.
5. Tb Pleura
Efusi pleura dapat terjadi akibat penertrasi basil ke rongga pleura dari suatu fokus di derah subpleural. Dapat juga menyebabkan Empiema dan Pneumothorax spontan.
6. TB yang tidak umum
Midle lobe syndrome akibat sumbatan pada bronkus akibat penekanan kavitas yang tumbuh dekat bronkus.
Diagnosis TB
1. Klinis
2. Bakteriologis
3. Radiologis

1. Klinis
a. Sistemik atau Konstitusional
Gejala terjadi akibat peranan aktivitas TNF-,
 Demam, Low Grade
 Keringat Malam
 Berat Badan menurun
 Rasa kurang enak badan (malaise)
 Fatigue
 Anoreksia

b. Lokal / Respiratory
 Batuk Produktif > 3 minggu
 Hemoptisis – ringan – masif
 Nyeri dada, Pleuritic pain
 Sesak nafas

c. Spesifik Organ Extra Paru
Diare, Kaku kuduk, Gangguan BAK, dll. Gejala Komplikasi : Pneumothorax akibat ruptur blep atau kavitas.

Pemeriksaan Fisik :
Saat Dini : Normal asimptomatik
Amforik Breath Sound
Perkusi dullness, di supraclacikula : Kroniq’s istmus
Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberculosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang “ suspek tuberculosis” atau tersangka penderita TB, dan diperlukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2. Bakteriologis
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
- Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif
- Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB,maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Apabila fasilitas memungkinkan,maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan kultur BTA.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spectrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
- Kalau hasil SPS positif,didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif
- Kalau hasil SPS tetap negatif,lakukan pemeriksaan rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB
* Bila hasil rontgen mendukung TB,didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.
* Bila hasil rontgen tidak mendukung TB,penderita tersebut bukan TB.

3. Gambaran Radiologis
Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgent Dada :
Umumnya diagnosis TB Paru dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis,namun pada kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan rontgen.
A. Suspek dengan BTA Negatif
Setelah diberikan antibiotik spectrum luas tanpa ada perubahan,periksa ulang dahak SPS.Bila hasilnya tetap negatif,lakukan pemeriksaan foto rontgen dada.
B. Suspek dengan BTA Positif
Penderita dengan hasil pemeriksaan BTA Positif,perlu dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada bila :
1. Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi,misalnya sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (contoh pneumotorak, pleuritis eksudativa).
2. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk menetapkan criteria diagnosis TB paru BTA positif.

* Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TB Paru.Beberapa gambaran yang patut dicurigai sebagai proses spesifik adalah infiltrat,kavitas,kalsifikasi dan fibrosisi dengan lokasi di lapangan atas paru (apeks).
* Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada, seorang penderita infeksi paru lain yang tidak menunjukkan perbaikan pada pengobatan dengan antibiotik,ada kemungkinan penyebabnya adalah TB.

Klasifikasi berdasarkan National Tuberculosis Association of USA :
1. Minimal Lesion Tuberculosis
- Lesi minimal dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas
- Mengenai satu atau kedua paru tanpa memperhatikan distribusinya, tetapi jumlah keseluruhan tidak melebihi 1/3 volume paru.
- Ukuran lesi < 1,5 cm dapat disertai garis peribronkial. 2. Moderat Advanced Lesion Tuberculosis - Lesi pada satu atau kedua paru - Jumlah keseluruhan tidak melebihi 1/3 volume paru. - Kavitas ukuran kurang dari 4 cm 3. Far Advanced Lesion Tuberculosis - Lesi pada satu atau kedua paru - Jumlah keseluruhan > 1/3 volume paru.
- Kavitas ukuran > dari 4 cm.

Gambaran Lesi secara Radiologis
1. TB Paru Primer
Ukuran 4-6 cm gambaran bercak lunak, Lokasi lesi tersering di perihiler.
2. TB Paru Post Primer
Lokasi tersering di apex, segmen posterior lobus superior dan segmen superior lobus inferior. Pada 3-6 % kasus tampak tuberkuloma yaitu lesi granuloma berbentuk bulat atau oval berbatas tegas, berukuran 0,5 – 4 cm tunggal atau multiple, kalsifikasi dan nodul satelit di sekitarnya. Fibrosis sering terlihat.

3. TB Milier
Gambaran berkabut tidak jelas pada kedua lapang paru. Nodul-nodul halus ukuran 1-2 mm tanpa kalsifikasi. Lokasi nodul yang terbanyak di lapangan paru bawah yang banyak pembuluh darahnya.
4. Efusi Pleura
Terdapat gambaran opak homogen.

Uji Tuberkulin
PPD 5TU
Di Indonesia pada saat ini uji tuberculin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan M.Tuberkulosis karena prevalensi TB tinggi. Suatu uji tuberculin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan M.tuberculosis. Di lain pihak, hasil uji tuberculin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberculosis.Keadaan ini dapat terjadi pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan morbili.


ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA ORANG DEWASA




KOMPLIKASI
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
2. Mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
3. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
4. Bronkiectasis dan fibrosis pada paru.
5. Pneumotorak spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
6. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,tulang,persendian,ginjal dan sebagainya.
7. Insufisiensi Kardio Pulmoner.

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala tuberculosis Ekstra Paru tergantung organ yang terkena,misalnya nyeri dada terdapat pada tuberculosis pleura (Pleuritis),pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada Lymphadenitis TB dan pembengkakan tulang belakang pada Spondilitis TB.
Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung ketersediaan alat-alat diagnostik,misalnya peralatan rontgen, biopsy, sarana pemeriksaan patologi anatomi.
Seorang penderita TB Ekstra Paru kemungkinan besar juga menderita TB Paru,oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada.Pemeriksaan ini penting untuk penentuan paduan obat yang tepat.

KLASIFIKASI PENYAKIT
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru,tidak termasuk pleura (selaput paru).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak,TB Paru dibagi dalam :
1.Tuberkulosis Paru BTA Positif.
* Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
* 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
2.Tuberkulosis Paru BTA Negatif.
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,yaitu bentuk berat dan ringan.Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan/atau keadaan umum penderita buruk.

Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1.TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya : TB kelenjar limfe,pleuritis eksudativa unilateral,tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2.TB Ekstra Paru Berat
Misalnya : meningitis,milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,TB saluran kencing dan alat kelamin.

Yang dimaksud dengan TB Paru adalah TB dari parenkim paru. Sebab itu,TB dari pleura atau kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologis dari paru, dianggap sebagai penderita TB Ekstra Paru.
Bila seorang penderita TB Paru juga mempunyai TB Ekstra Paru,maka untuk kepentingan pencatatan, penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita TB Paru.
Bila seorang penderita TB Ekstra Paru dari beberapa organ, maka dicatat sebagai TB Ekstra Paru dari organ yang penyakitnya paling berat.

TIPE PENDERITA
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.Ada beberapa tipe penderita yaitu :
A. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
B. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.


C. Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
D. Kasus Berobat Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat (drop-out) 2 bulan atau lebih.
E. Gagal
* Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
* Adalah penderita BTA negatif Rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
F. Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas. Termasuk dalam kelompok ini adalah Kasus Kronik (Yang dimaksud dengan Kasus Kronik adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2).

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Blog Pinger Free