TERAPI NYERI PADA PENYAKIT RHEUMATIK
Yulia Sofiatin
Nyeri adalah keluhan tersering yang membawa penderita untuk mengunjungi dokternya. Nyeri merupakan salah satu gejala penting dari suatu penyakit, terutama penyakit di bidang rheumatologi, karena menunjukkan adanya kerusakan jaringan pada lokasi tertentu, sehingga dalam melakukan anamnesa terhadap nyeri perlu digali mengenai kualitas, onset, durasi dan lokasi nyeri, Selain untuk membantu menegakkan diagnosa, informasi ini juga penting untuk mengevaluasi keberhasilan terapi.
Terapi nyeri terutama ditujukan terhadap penyebabnya, tetapi kadang-kadang setelah penyebabnya dihilangkan nyeri masih dirasakan, kadang-kadang nyeri begitu hebat sehingga perlu dihilangkan atau dikurangi secepatnya, atau bahkan mungkin penyebabnya tidak bisa sama sekali dihilangkan sehingga terapi nyeri merupakan satu-satunya yang bisa dilakukan.
Nyeri pada penyakit reumatik lebih banyak disebabkan oleh sistem imun yang tidak terkontrol dan kerusakan akibat inflamasi yang biasanya bersifat kronik dan progresif.
Terapi nyeri pada penyakit rhematik sangat bervariasi, dimulai dengan pengaturan diet, acupuncture, chiropractic, jamu-jamuan, olah raga dan tentu saja obat-obat penghilang rasa sakit.
Diet
Terapi diet untuk mengurangi nyeri secara klasik diterapkan pada penderita gout untuk mengurangi kadar sam uratnya sehingga serangan akut artritis gout dapat dihindari.
Pada artritis reumatoid dikenal beberapa hal yang berhubungan dengan diet. Alergi terhadap makanan diduga mempunyai peran dalam kejadian flare-up, puasa dan diet yang tinggi akan asam lemak omega-3 diketahui juga mengurangi gejala nyeri dan kekakuan.
Diet untuk mengurangi berat badan pada penderita penyakit rhematik yang kelebihan berat badan akan sangat membantu mengendalikan rasa nyeri.
Acupuncture
Diduga tindakan akupuntur merangsang pengeluaran endorfin endogen yang mengurangi rasa nyeri. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa akupuntur dapat mengurangi nyeri pada osteoartritis, fibromialgia dan artritis rematoid. Tetapi belum ada penelitian yang dilakukan untuk jangka waktu yang lama seperti yang dibutuhkan oleh penderita rematik.
Chiropractic
Nyeri spinal seperi Low back pain dilaporkan membaik dengan manipulasi spinal, juga pada fibromialgia, tetapi tidak disarankan untuk osteoartritis.
Jamu
Jamu-jamu/tanaman obat dari Cina banyak digunakan untuk terapi nyeri, meskipun dianggap aman, sesungguhnya jamu-jamuan banyak yang mengandung bahan berbahaya seperti timbal ataupun kortikosteroid. Kekurangan jamu yang lain adalah dosisnya yang idak tetap dari satu sediaan ke sediaan yang lain sehingga sulit menentukan keberhasilannya.
Ekstrak jahe dipasarkan dengan efek mengurangi nyeri sendi atau bahkan memelihara kesehatan sendi. Pada penelitian in vitro, ekstrak jahe memang mengahmbar prostaglandin dan lekotrien, tetapi hal ini belum dibuktikan pada penelitian in vivo.
Olah raga
Olah raga Yoga telah diuji dan terbukti dapat mengurangi nyeri pada penderita artritis rematoid. Tai chi mengurangi kejadian jatuh pada penderita karena efeknya terhadap penguatan otot dan kemampuan menjaga keseimbangan yang meningkat.
Obat-obatan
Nyeri sendi kronik sering ditangani dengan analgetik nonopioid, termasuk asetaminofen, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan salisilat.
Kualitas dan jenis nyeri harus diidentifikasi dengan baik karena akan merupakan faktor penentu dalam pemilihan obat. Reaksi terapi berbeda dari satu orang dengan orang yang lain. Sebaiknya analgetik diberikan dahulu untuk 1 minggu, kemudian dievaluasi. Jika efeknya memuaskan, maka obat tersebut dapat dilanjutkan, tetapi bial kurang memuaskan sebaiknya diganti dengan obat yang lain.
a. Aspirin
Efek aspirin dalam menurunkan demam sudah dikenal sejak abad 18. Aspirin bekerja dengan menghambat produksi prostaglandin, tanpa menghambat pelepasan maupun aktivitas histamin dan tidak menghilangkan nyeri yang langsung diakibatkan oleh prostaglandin. Prostaglandin terutama berhubungan dengan nyeri akibat luka atau inflamasi.
Inhibisi biosintesa prostaglandin oleh aspirin, indometasin dan obat sejenisnya terutama terjadi dengan menghambat konversi asam arakidonat menjadi PGG2 yang dikatalisa siklooksigenase dengan menyebabkan asetilasi pada daerah aktif enzim ini, sehingga kerja inhibisinya bersifat irreversible. Mekanisme kerja indometasin lebih kompleks, diduga mempengaruhi lokasi yang berbeda pada enzim tersebut.
Aspirin dan obat aspirin-like biasanya diklasifikasikan sebagai analgetik moderat, antipiretik dan anti inflamasi. Sebagai analgetik, golongan ini hanya dapat mengatasi nyeri ringan sampai sedang, terutama yang .berhubungan dengan inflamasi. Efek samping yang paling menonjol dari golongan obat ini adalah iritasi lambung akibat inhibisi biosintesa prostaglandin (PGI2 dan PGE2) yang berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus sitoprotektor. Efek samping yang lain adalah gangguan fungsi trombosit dan penurunan aliran darah ke ginjal.
Penggunaan Aspirin/salisilat secara kronis tidak berdampak toleransi atau adiksi, tapi harus selalu difikirkan kemungkinan terjadinya perdarahan kronis saluran cerna. Aspirin tidak disarankan untuk digunakan oleh penderita gangguan hati, hipoprotrombinemi, defisiensi vitamin atau hemofilia karena efek sampingnya terhadap trombosit.
Inflamasi pada artritis rematoid melibatkan kombinasi antigen dengan antibodi dan komplemen yang menyebabkan pelepasan faktor kemotaktik yang menarik lekosit. Dalam kerjanya memfagositosis kompleks tersebut, enzim di dalam lisosom dikeluarkan dan menimbulkan kerusakan pada kartilago dan jaringan lainnya. Meskipun aspirin mengurangi nyeri pada penyakit rematik, tetapi kelainan yang sudah terjadi atau sedang berjalan biasanya tidak dapat dihentikan.
Salisilat tersedia dalam dosis 325 atau 650 mg sebagai tablet atau sediaan injeksi, aspirin tersedia dalam dosis 65 sampai 975 mg. Dosis yang disarankan pada dewasa adalah 300 mg – 1 gr bisa diulang setiap 4 jam (half life: 15-30 jam pada dosis terapeutik).
Diflusinal (derivat salisilat) lebih poten dibandingkan aspirin sebagai anti inflamasi. Tidak mempunyai efek samping ototoksisitas dan efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan. Sediaan yang beredar adalah 250 dan 500 mg, untuk nyeri ringan sampai sedang diberikan dosis 500-1000 mg dilanjutkan 250-500 mg tiap 8-12 jam. Untuk osteoartritis dapat diberikan 250-500 mg 2x/hari, dosis maintenance tidak melebihi 1,5 gr/hari.
b. Derivat pyrazolon
Termasuk ke dalam golongan ini adalah fenilbutason, oksifenbutason, antipirin, amiopirin, dipiron dan apason.
Fenilbutason mempunyai efek anti inflamasi yang menonjol, juga bersifat urikosurik ringan pada dosis 600 mg/hari. Obat ini tersedia sebagai tablet 100 mg. Dosis perhari yang disarankan adalah 300-600 mg per hari untuk waktu yang pendek. Obat ini harus diminum saat makan untuk mengurangi iritasi lambung.
Penyakit rematik seperti gout akut, kondisi akut artritis rematoid dapat diatasi dengan pemberian obat ini. Pada umumnya serangan akut dapat berkurang dalam 24 jam. Obat ini lebih baik dari pada kolhisin untuk terapi gout akut, terutama jika pengobatan terlambat dimulai, karena efek sampingnya yang lebih ringan.
Sinovitis membaik dengan pemberian dosis singkat 600 mg, efek ini bisa membantu pada serangan akut artritis rematoid, spondilitis ankilosing dan osteoartritis.
Untuk terapi kronis, obat ini tidak disarankan karena banyaknya efek samping yang mungkin terjadi.
c. Derivat Paraaminofenol
Obat ini mempunyai efek analgesik yang cukup baik, tapi efek anti inflamasinya sangat lemah, efek sampingnya tidak banyak dan tidak berat. Obat ini jarang digunakan untuk pengobatan nyeri pada penyakit rematik.
d. Indometasin dan Sulindak
Ditemukan tahun 1963 untuk pengobatan artritis rematoid, mempunyai efek anti inflamsi yang menonjol serta berperan pula sebagai analgetik antipiretik. Bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin melalui enzim siklooksigenase.
Efek samping indometasin antara lain adalah gangguan pada saluran cerna seperti anoreksia, mual, diare, dan nyeri perut, bisa menimbulkan ulkus, pernah juga dilaporkan menyebabkan pankreatitis akut dan hepatitis akut. Efek samping yang lain adalah pusing, vertigo, psikosis, depresi dan halusinasi, kadang-kadang menyebabkan netropenia, trombositopenia dan jarang terjadi anemai aplastik. Reaksi hipersensitif dapat berupa gatal-gatal sampai serangan akut asma.
Indometasin tidak disarankan untuk digunakan oleh ibu hamil, ibu menyusui, operator mesin, penderita gangguan psikis, gangguan ginjal dan ulkus pada saluran cerna.
Obat ini dipasarkan dengan sediaan 25, 50 dan 75 mg sebagai tablet atau supositoria. Dosis yang disarankan adalah 25 mg 2-3 kali per hari, dapat dinaikkan 25 mg tiap minggu sampai dosis 100-200 mg/ hari.
Indometasin menghilangkan nyeri dan mengurang bengkak, digunakan pada spondilitis ankilosing dan osteoartrosis, juga efektif pada gout akut meskipun tidak berperan urikosurik.
Sulindak, derivat indometasin, mempunyai efek samping yang lebih ringan, diberikan dengan dosis 400 mg/hari dengan sediaan 150 dan 200 mg.
d. Fenamat
Asam mefenamat mempunyai efek anti inflamasi yang lebih rendah dibandingkan fenilbutason. Selain menghambat enzim siklooksigenase, obat ini juga dapat melawan beberapa efek prostaglandin. Sediaan yang beredar adalah 250 dan 500 mg. Dosis awal untuk mengatasi nyeri adalah 500 mg.
Golongan lain dari derivat ini adalah diklofenak yang merupakan inhibitor siklooksigenase yang poten. Supresi PGE2 dalam cairan sendi bertahan 8-10 jam setelah dosis tunggal. Pada umumnya diberikan dosis 100-150 mg dalam dosis terbagi dan kadang-kadang dosis 75 mg-pun memadai.
e. Derivat propionik
Ibuprofen, naproxen dan fenoprofen dikatakan lebih unggul dari pada obat-obat lama dalam mengatasi inflamasi. Efek sampingnya terutama pada saluran cerna, tetapi lebih ringan daripada aspirin.
Ibuprofen tersedia sebagai tablet 200, 300, 400 dan 600 mg, serta sirup 20 mg/ml. Dosis untuk mengatasi nyeri pada artritis rematoid dan osteoartritis bisa mencapai 2400 mg/hari dalam dosis terbagi.
f. Piroksikam
Merupakan obat baru yang berperan anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, setara dengan obat-obat lama dalam terapi nyeri kronik. Kelebihannya yang utama adalah half-life-nya yang panjang sehingga dapat diberikan dalam dosis tunggal.
Dosis efektif piroksikam tercapai dalam 7-10 hari sehingga respons terapetik maksimal baru bisa diharapkan pada minggu ke 2. Tersedia dalam bentuk kapsul 10 dan 20 mg.
g. Meloxicam
Meloxicam secara spesifik menghambat enzim siklooksigenase 2 sehingga efek samping terhadap saluran cerna sangat minimal dan tidak mengganggu farmakokinetik obat-obat lain.
Sediaan berupa tablet 7,5 dan 15 mg sebagai dosis tunggal perhari.
h. Preparat Emas
Selama berabad-abad digunakan sebagai antipruritik. Sediaan ini digunakan untuk terapi artritis rematoid terutama untuk penderita yang penyakitnya berkembang progresif dan tidak responsif dengan aspirin dan golongannya. Dikatakan bahwa obat ini dapat menghentikan perjalanan penyakit dan merangsang remisi pada beberapa penderita. Biasanya lesi degeneratif tidak membaik jika sudah terjadi, maka usaha untuk remisi perlu dilakukan pada stadium awal penyakit.
Emas mempunyai efek anti inflamasi yang ringan. Preparat yang tersedia adalah aurotioglukosa dan gold sodium thiomalate yang mengandung 50% emas. Dosis yang disarankan adalah 10 mg sebagai dosis awal lalu 25 mg pada minggu II dan III, dilanjutkan sampai mencapai dosis total 1 gr. Respons biasanya terjadi setelah beberapa bulan, jika remisi tidak terjadi terapi dilanjutkan dengan mengurangi dosis atau memperpanjang interval.
Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pada kulit.
i. Colchicine
Kolkisin adalah anti inflamasi yang unik, yang hanya berperan dalam mengatasi serangan akut gout dengan mencegah migrasi granulosit ke daerah inflamasi sehingga mengurangi produksi asam laktat dan enzim proinflamasi yang terjadi pada saat fagositosis.
Efek samping kolkisin berhubungan dengan aktivitas obat terhadap percepatan proliferasi sel epitel di dalam saluran cerna terutama dalam jejunum, jika efek samping ini sudah terjadi maka pemberian obat harus dihentikan.
Kolkisin tersedia dalam bentuk tablet 0,5 dan 0,6 mg. Pertama diberikan 1 atau 1,2 mg dilanjutkan 1 tablet setiap jam, dihentikan bila nyeri berkurang, atau muncul gangguan saluran cerna, atau mencapai dosis maksimal 10 mg. Nyeri, bengkak dan kemerahan biasanya menghilang dalam 12 jam, kadang-kadang sampai 72 jam. Pemberian ulang regimen ini disarankan untuk tidak dilakukan dalam 3 hari untuk menghindari efek toksisitasnya.
Kolkisin tidak disarankan untuk diberikan kepada penderita usia lanjut, dengan gangguan jantung, ginjal atau saluran cerna. Kepada mereka lebih baik diberikan indometasin.
Kolkisin juga digunakan untuk pencegahan serangan akut gout dengan dosis 0,5 mg 2-3 kali/minggu. Obat ini kjuga diberikan beberapa hari sebelum penderita gout menjalani operasi untuk mencegah serangan akibat tindakan operasi.
j. Celecoxib
Lebih dari meloxicam, obat ini bersifat sangat selektif terhadap COX-2 sehingga efek samping terhadap saluran cerna-nya sama dengan efek plasebo. Dosis yang disarankan adalah 200 mg/hari sebagai dosis tunggal atau terbagi.
k. Rofecoxib
Obat ini mempunyai kesamaan dengan Celecoxib. Dosis yang disarankan 12,5 sampai 25 mg sebagai dosis tunggal.
Kortikosteroid
Kortikosteroid secara praktis sering digunakan di bidang reumatologi. Dari hasil penelitian terbukti bahwa prednisolon bermanfaat dalam terapi artritis rematoid jika diberikan dalam waktu yang singkat dan dalam dosis yang minimal. Penggunaannya secara kronik masih diperdebatkan.
Referensi
• Ruddy, S, Harris ED, Sledge CB, Kelley’s textbook of Rheumatology 6th ed, 2001
• Flower RJ, Moncada S, Vane JR Drug therapy of Inflamation, in: Goodman & Gillman Pharmacology
1 komentar:
Kenapa tulisan ini pakai nama saya ya?
Posting Komentar