SubmitYahoo Hospital Acquired Pneumonia ~ Febri Irawanto - ilmu kita

Google Plus

Senin, 12 Desember 2011

Hospital Acquired Pneumonia

Hospital Acquired Pneumonia

Hospital Acquired Pneumonia (HAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi  48 jam setelah pasien dirawat dan tidak termasuk infeksi yang masih dalam masa inkubasi saat penderita masuk RS.
HAP terjadi sekitar 15 % dari seluruh kasus infeksi nosokomial dan terjadi sekitar 0,5 - 2 % dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit dengan peningkatan kejadian sebesar 5-20 kali lipat pada penderita yang diberikan ventilasi mekanik. Di Amerika merupakan infeksi nosokomial kedua terbanyak tetapi mortalitas dan morbiditas yang tertinggi dan keadaan ini menambah lamanya pasien dirawat di RS sekitar 7-9 hari. Angka kematian kasar penderita dengan HAP lebih kurang 70 % (angka ini berkaitan dengan penyakit dasarnya, sekitar sepertiga sampai setengahnya akibat langsung HAP).

Patogenesis HAP
Terjadinya HAP sesuai dengan kaidah terjadinya infeksi, yaitu minimal terdapat satu keadaan diantara 3 hal berikut yaitu: gangguan sistem pertahanan tubuh, masuknya organisme patogen dengan jumlah yang cukup hingga melampaui sistem pertahanan tubuh, atau akibat virulensi organisme patogen.
Jalan masuk kuman hingga ke paru-paru dapat bemacam-macam, termasuk: aspirasi dari sekret oropharyng, oesophagus maupun gaster, inhalasi udara tercemar, penyebaran hematogen, penetrasi eksogen (misalnya pleura), inokulasi langsung saluran napas karena intubasi pada pasien-pasien ICU atau translokasi dari saluran gastrointestinal (masih dipertanyakan).
Keadaan-keadaan tertentu menjadi faktor risiko kejadian pneumonia selama perawatan di rumah sakit, antara lain: penyakit akut/kronis yang berat, koma, malnutrisi, perawatan lama rumah sakit, penyakit-penyakit SSP, COPD, diabetes melitus, alkoholisme, perokok, respiratory failure dan beberapa prosedur terapi seperti penggunaan sedativa, kortikosteroid dan obat-obat sitotoksik juga berperan dalam risiko terjadinya HAP. Faktor-faktor risiko ini dapat menjadi acuan untuk mengetahui patogen spesifik dalam pendekatan pengobatan HAP.

Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis penderita HAP menurut American Thoracic Society (ATS) guidelines, 1995 didasarkan pada derajat beratnya penyakit, faktor risiko dan onset terjadinya pneumonia. Pendekatan yang optimal memerlukan kerjasama antara ahli paru, critical care, infeksi, dan mikrobiologi.
Berdasarkan hal tersebut, penderita dapat digolongkan manjadi 3 grup yaitu:
1. Penderita tanpa faktor risiko, mild-to-moderate HAP dengan onset kapan saja atau severe- HAP pada onset awal ( < 5 hari perawatan) 2. Penderita dengan faktor risiko, mild-to-moderate HAP dengan onset kapanpun 3. Penderita dengan severe HAP dengan faktor risiko pada onset awal ataupun akhir (≥ 5 hari perawatan) Mikrobiologi HAP Bakteri patogen penyebab HAP yang paling sering adalah EGNB (enteric gram negative bacilli), dan Staphylococcus aureus, tetapi kumpulan data menyebutkan bahwa hingga 50% penderita pneumonia dengan ventilator penyebabnya adalah polimikrobial. Oleh karena itu evaluasi pneumonia tidak hanya berdasarkan keadaan klinis tetapi juga dibuktikan dengan kultur bakteri dengan protected spesimen brushing (PSB) dan atau dari bronchoalveolar lavage (BAL), darah, sputum atau isapan endotracheal. Penderita HAP tanpa faktor risiko dapat bermanifestasi sebagai mild-to-moderate pneumonia atau severe-HAP pada onset awal, kuman penyebabnya adalah yang disebut sebagai ‘core organisme’ yaitu: EGNB, seperti Enterobacter spp., E. coli, Klebsiella spp., Proteus spp., dan Serartia marcescens, H. Influenzae dan gram positif seperti methicillin sensitive S. aureus dan Streptococcus pneumonia. Mild to moderate Hospital acquired pneumonia: Lamanya perawatan sebelum kejadian HAP mempengaruhi frekuensi dari paparan bakteri tertentu. Sebagai contoh bila HAP terjadi dalam kurang dari 5 hari perawatan H. influenzae, S. pneumoniae dan S. aureus lebih sering di isolasi dibandingkan patogen lainnya (31% dari semua kasus). Pada penderita dengan mild to moderate HAP patogen nya dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor resiko spesifik. Faktor-faktor resiko mild to moderate HAP(ATS 2) Patogen Aspirasi, operasi abdominal Anaerob Koma, trauma kepala, riwayat Influenza, riwayat penggunaan obat intravena, Diabetes Melitus, gagal ginjal kronik S. aureus Pengguna steroid, keganasan, gagal ginjal, kemoterapi sitotoksik Legionella Perawatan yang lama di ICU, steroid, antibiotik, dan penyakit paru structural P.aeruginosa Pada mild to moderate HAP patogen yang sering termasuk juga bakteri lain tergantung dari faktor resiko yang ada. Komorbiditi spesifik atau terapi yang menjadi predisposisi pneumonia dengan patogen tertentu terlihat pada tabel diatas. Pada pasien yang mempunyai gigi yang buruk atau yang mengalami aspirasi isi gaster yang asam (pH <3,5), bakteri gram negatif lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan HAP, pada banyak penderita yang dirawat, aspirasi isi gaster tidaklah bersifat asam (sebagai konsekwensi penyakitnya, pemasangan NGT, atau peningkatan pH gaster yang disengaja), dengan demikian ketika aspirasi terjadi organisme gram negatif dan S. aureus dapat ditemukan ketika PSB dipakai untuk mengambil sample. Bila terjadi aspirasi isi lambung, biasanya sulit dibedakan pneumonia bacterial dari pneumonitis kimiawi (non infeksius). Faktor-faktor resiko lainnya untuk terjadinya HAP anaerob termasuk pembedahan torako-abdominal yang baru atau adanya benda asing yang menyumbat jalan nafas. Banyak pasien yang sembuh dari HAP tanpa diberikan pengobatan anti anerob spesifik, dan bahkan bila bakteri anaerob menjadi bagian dari infeksi polimikrobial, flora ini sering bercampur tetapi yang lebih patogen adalah bakteri yang aerob. Bila pneumonia terjadi setelah pasien di rawat lama di RS atau setelah penggunaan antibiotik karena sebab apapun, terdapat kemungkinan yang lebih besar terinfeksi dengan MRSA sebagaimana organisme gram negatif resisten termasuk P.aeruginosa, Enterobacter, Acinetobacter. Bila kombinasi faktor-faktor resiko ada spectrum patogen yang potensial menjadi lebih luas sebagaimana yang terlihat pada severe-HAP. Walaupun kortikosteroid dapat meningkatkan resiko HAP dengan P.aeruginosa dan jamur, khususnya aspergillus spp., juga merupakan faktor resiko yang penting untuk infeksi legionella nosokomial pada regio geografis tertentu. Pada suatu studi 22 kasus dari infeksi legionella non epidemik dapat di identifikasi dari 286 HAP, faktor-faktor resikonya meliputi keganasan, gagal ginjal, neutropenia, terapi kortikosteroid dan kemoterapi sitotoksik. Faktor-faktor seperti penurunan kesadaran, terapi antibiotik sebelumnya dan intubasi diketahui berhubungan dengan pneumonia tipe lainnya dan memiliki asosiasi negatif dengan infeksi legionella. Nosokomial legionnaires atau penyakit berakibat dari inhalasi organisme kedalam paru dan dari lingkungan (biasanya system pengairan RS yang terkontaminasi) walaupun aspirasi dari koloni kuman di orofaring dapat juga berperan. Sebanyak 60% kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien yang gangguan sistem imun, tetapi tidak semua RS yang pasiennya terinfeksi dengan kuman tersebut, penyakitnya menunjukan pada kantong-kantong geografi spesifik. Severe HAP Studi tentang severe-HAP masih sangat sedikit. Kriteria severe-HAP berdasarkan ATS adalah : • Perawatan di ICU • Gagal nafas, yaitu kebutuhan ventilasi mekanik atau kebutuhan oksigen >35% untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri >90%
• Progresi cepat secara radiology, pneumonia multilobar atau kavitasi dari infiltrat paru
• Adanya sepsis berat dengan hipotensi dan atau disfungsi organ:
o Syok (tekanan sistolik <90 mmHg atau diastolic < 60) o Membutuhkan vasopresor > 4 jam
o Produksi urin < 20cc perjam atau total produksi urin dalam 4 jam < 80 cc (kecuali ada penyebab lainnya yang bisa dijelaskan) o ARF yang membutuhkan dialysis. Latar belakang yang paling sering terjadi setelah operasi elektif mayor, operasi emergensi, atau kejadian medis yang akut dan serius (infark miokard, CVA). Organisme yang mendapat perhatian khusus adalah H. influenzae dan MSSA (methicillin sensitive S. aureus) tetapi bukan EGNB yang resistensi tinggi, P.aeruginosa, atau Acinetobacter spp. Dalam suatu studi dari 91 kasus VAP (ventilator associated pneumonia) ditemukan H.influenzae dari 20 sampel PSB pasien, khususnya yang tidak menerima terapi antibiotik sebelumnya dan tidak memerlukan perawatan RS yang lebih lama. Dengan berjalannya waktu spectrum organisme di orofaring akan berubah, kolonisasi EGNB akan meningkat, seperti Klebsiella spp., Proteus spp., Serratia spp., dan E. colli. Bila penderita mengalami severe HAP setelah dirawat 5 hari patogen-patogen yang tersering ditemukan gram negatif yang resisten tinggi seperti: P.aeruginosa dan Acinetobacter spp. Pada beberapa studi MRSA juga ditemukan. Spektrum bakteri yang sama juga harus dipertimbangkan bila terdapat faktor-faktor resiko, bahkan bila severe HAP onsetnya dini. Organisme pada penderita dengan severe HAP mempunyai risiko untuk resisten karena telah mendapat intervensi terapi tertentu yang merupakan predisposisi untuk infeksi dengan bakteri gram negatif yang virulen atau adanya sejumlah gangguan yang berat, yang memungkinkan penderita terinfeksi patogen yang resisten. Pada penderita di ICU, hampir 1/3 pasien mendapatkan ventilasi mekanik. Bakteriologi dari VAP dapat polimikrobial sampai 40% kasus pada populasi ini penderita yang telah mendapatkan terapi antibiotik sebelum onset pneumonia, khususnya di infeksi oleh P. aeruginosa dan Acinetobacter spp. Faktor-faktor resiko lain untuk pneumonia yang disebabkan P. aeruginosa meliputi terapi kortikosteroid, malnutrisi, penyakit paru struktural (bronkiektasis, cystic fibrosis), perawatan rumah sakit yang lama, dan ventilasi mekanik. Bila organisme gram negatif resisten yang menyebabkan pneumonia, atau terjadi superinfeksi, mortalitasnya akan meningkat. Mortalitas pada VAP akibat P.aeruginosa atau Acinetobacter spp lebih tinggi daripada tipe yang lain. Severe HAP (ATS 3) Patogen Antibiotik sebelum onset pneumonia + Ventilasi mekanik Acinetobacter Antibiotik sebelum onset pneumonia + Ventilasi mekanik, terapi kortikosteroid, malnutrisi, penyakit paru structural (Bronkiektasis,Cystic fibrosis), perawatan lama P.aeruginosa Antibiotik sebelum onset pnemonia, Ventilasi mekanik lama MRSA Faktor risiko (-) Biasanya post operasi, post myocard infark, stroke ‘Core organisme’ Studi diagnostik pada penderita dengan HAP Tujuan tes diagnostik : 1. Untuk menentukan bila penderita menderita pneumonia dari tanda-tanda dan gejala yang baru terjadi 2. Untuk mengidentifikasi patogen yang menjadi etiologi pneumonia 3. Untuk menentukan beratnya penyakit. Bila digunakan pendekatan klinis, pneumonia di definisikan sebagai adanya infiltrat paru yang baru ditambah bukti klinis bahwa infiltrat itu berasal dari infeksi. Bukti tersebut meliputi onset demam yang baru, sputum yang purulen atau lekositosis. Pada keadaan ini diagnosis etiologik ditegakkan dengan kultur aspirasi transtrakeal, darah, dan cairan pleura yang didapatkan. Aspirasi trakeal dan kultur sputum dapat memberikan diagnosis etiologik spesifik seperti: M.TBC, atau Legionella spp. Tidak semua pasien dengan diagnosis klinis HAP benar-benar mengalami infeksi saluran nafas bawah yang sesungguhnya, banyak proses noninfeksi menghasilkan infiltrat dan menimbulkan gejala demam. Proses yang menyerupai pneumonia seperti pada: gagal jantung kongestif, atelektasis dan tromboemboli paru, reaksi obat, perdarahan paru, dan ARDS. Semua pasien juga harus dilakukan pemeriksaan rontgen toraks (PA dan lateral) dan 2 set kultur darah dari dua tempat yang berbeda. Ro toraks dapat digunakan untuk menunjukkan adanya dan lokasi infiltrat dan beratnya pneumonia berupa adanya multilobar, cepat meluasnya atau kavitasi infiltrat. Juga dapat menunjukkan komplikasi pneumonia seperti efusi pleura. Kultur darah dapat sebagai diagnostik dan prognostic dan dapat mengisolasi patogen 8-20% dari semua pasien. Semua pasien harus dilakukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD) atau oksimetri untuk menentukan beratnya penyakit dan untuk menentukan kebutuhan supplemental oksigen. Studi laboratories lainnya (hitung darah lengkap, elektrolit serum, fungsi ginjal dan hati) dapat menunjukkan disfungsi multiorgan dan membantu menentukan beratnya penyakit. Torasintesis diagnostik untuk menyingkirkan empiema harus dilakukan bila penderita mengalami efusi parapneumonia, khususnya bila efusi lebih dari 10 mm pada film lateral dekubitus atau bila penderita tampak toksik, pemeriksaaan rutin cairan tersebut harus meliputi pengukuran protein, LDH, glukosa (dengan perbandingan dari nilai serumnya). Pewarnaan gram dan pewarnaan acid fast dari cairan pleura kultur bakteri, jamur, M.tuberculosis juga harus dikerjakan. Bila pasien yang di intubasi dicurigai HAP, sekresi saluran nafas bawah dapat dengan mudah di ambil dengan aspirasi rutin endotrakeal, spesimen yang didapatkan dengan PSB atau BAL dievaluasi dengan pewarnaan gram untuk menentukan adanya bakteri dan menemukan organisme, khususnya di intraseluler (dalam lebih dari 2% sel-sel alveolar). Pengobatan Antibiotika pada HAP Algoritme ATS untuk klasifikasi pasien dan rekomendasi terapi Severity mild to moderate severe Risk Factor ( - ) (+) ( - ) (+) Onset HAP anytime anytime 1-4 hari >4 hari anytime

Terapi ATS 1 ATS 2 ATS 1 ATS 3 ATS 3





Terapi inisiasi untuk suspek HAP, seleksi antibiotik harus berdasarkan kategori pasien seperti pada table berikut:

ATS Organisme Antibiotik
1 EGNB
Enterobacter (nonpseudomonas)
E. colli
Klebsiella
Proteus
Serratia marcescens
H.influenzae
MSSA
S.pneumoniae Sefalosporin nonpseudomonas generasi III
(cefotaxim, ceftriaxon) -- bila suspek enterobacter,
gunakan kombinasi dengan agen lain

atau

Kombinasi -lactam/inhibitor -laktamase
(ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanat,
piperacillin/tazobactam)
Bila alergi penicillin: Fluoroquinolon (ciprofloxacin)
atau klindamisin + aztreonam
2 ATS 1 core organisme + Anaerob
S.aureus
Legionella
P.aeruginosa ATS 1 + -lactam / kombinasi -lactamase inhibitor atau
klindamisin
Vankomisin (sampai MRSA disingkirkan)
Makrolid (eritromisin) +/- rifampin
ATS 3
3 Organisme ATS 1 + acinetobacter
P.aeruginosa
Pertimbangkan MRSA Aminoglikosid atau ciprofloxacin + salah satu dari:
Penicillin anti Pseudomonas (piperacillin atau ticarcillin)
-lactam antipseudomonas/ Kombinasi - laktamase
inhibitor (piperacillin/tazobactam, ticarcillin/ clavulanat)
Aztreonam
Imipenem
Vankomisin


Pencegahan HAP
Sejumlah strategi preventif yang dapat diusahakan terdiri dari 4 kategori:
1. Tindakan pencegahan yang mungkin efektif untuk populasi dan indikasi spesifik
Vaksinasi pneumococcal dan influenza, cuci tangan setiap pemeriksaan pasien, dan isolasi penderita dengan patogen yang multiple resisten, seperti MRSA.
2. Tindakan yang mungkin efektif, dan telah digunakan oleh beberapa RS
Pendekatan yang dimasukkan kategori untuk meningkatkan daya tahan tubuh melalui pemberian nutrisi, perhatian terhadap adanya mikroorganisme saluran gastrointestinal, tabung ventilator dan berhubungan dengan alat-alat, drainase secret subglotik, pengobatan dengan tempat tidur yang dapat dirotasi ke lateral. Malnutrisi dapat meningkatkan resiko untuk menderita pneumonia.
Dalam penelitian secara meta analisis, penggunaan sucralfat dihubungkan dengan penurunan angka kejadian pneumonia.


3. Tindakan yang tidak terbukti, digunakan terbatas pada studi-studi atau pada pusat klinik.
Termasuk dalam kategori ini adalah dekontaminasi selektif gastrointestinal (selective digestive decontamination) dengan antibiotik profilaksis sistemik dan antibiotik trakeobronkial topical. Pada banyak studi dekontaminasi selektif gastrointestinal menekan insiden pneumonia tetapi dilakukan pada studi yang diarahkan, pada studi yang membuta tidak nyata adanya pengurangan kasus pneumonia pada pasien yang dilakukan dekontaminasi selektif gastrointestinal, masih diperlukan banyak penelitian untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari penggunaan antibiotik untuk pencegahan dan dekontaminasi selektif gastrointestinal dalam pencegahan kasus pneumonia.
SDD lebih efektif pada kasus bedah dari pada kasus-kasus medikal, perlu penelitian lebih lanjut.

4. Regimen yang belum terbukti, masih dievaluasi

Yang termasuk disini adalah penggunaan biolologic response modifiers, antibody monoclonal untuk antigen bakteri spesifik, manipulasi alat-alat mekanik sebagai sumber bakteri. Masih dilakukan studi untuk mempelajari biologic response modifiers mencakup antibody terhadap cytokin, TNF, antagonis reseptor IL-1 dan inhibitor cyclooxigenase, ibuprofen. Modulator potensial yang lainnya mencakup antagonis PAF (platelet activating factor).
Imunisasi pasif dengan hiperimmun antipseudomonas immunoglobulin untuk penderita yang terbukti terdapat P. aeruginosa, terbukti tidak bermanfaat untuk mengurangi mortalitas dan lamanya perawatan. G-CSF (granulocyte colony stimulating factor) adalah sitokin hematopoetic yang memperbesar jumlah dan fungsi neutrofil yang beredar. Evaluasi preklinik menunjukkan manfaat G-CSF dalam mempercepat resolusi dan mencegah infeksi. Trial yang terbaru menunjukkan pemberian G-CSF aman untuk pasien dengan CAP dan masih dipelajari efikasi terapetiknya pada penderita moderately-severe CAP. Sitokin lain yang potensial mencegah pneumonia atau yang mempercepat resolusi pneumonia adalah IFN-.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Blog Pinger Free