SubmitYahoo Modul Batuk ~ Febri Irawanto - ilmu kita

Google Plus

Senin, 12 Desember 2011

Modul Batuk


Batuk

            Batuk adalah ekspirasi yang tiba-tiba hal itu digunakan sebagai mekanisme normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial  dari secret dan benda asing. Ketika hal itu berlebihan atau menyulitkan, hal itu merupakan gejala yang sangat umum secara kedokteran  merupakan hal yang memelukan perhatian dan harus dicari penyebabnya. Alasan lebih lanjut termasuk perasaan kurang nyaman dari batuk itu sendiri, berhubungan dengan gaya hidup normal, dan perhatian untuk penyebab dari batuk itu, terutama kekhawatiran terhadap kanker atau AIDS.
            Mekanisme Batuk bisa dimulai secara sengaja atau refleks. Sebagai mekanisme pertahanan refleks bisa melalui jalur aferen dan eferen. Cabang aferen termasuk reseptor dengan distribusi sensorik dari trigeminal, glosofaringeal, laringeal superior, dan nervus vagus. Cabang eferen termasuk nervus laringeal rekuren dan nervus spinal. Batuk dimulai dengan inspirasi dalam diikuti penutupan glottis, relaksasi dari diafragma, dan kontraksi otot terhadap penutupan glottis. Menghasilkan secara menyolok tekanan positif intratorakal disebabkan oleh penyempitan trakea. Sekali glottis terbuka, perbedaan besar tekanan antara jalan nafas dan atmorfir beberapa dengan penyempitan trakea menghasilkan aliran yang cepat melewati trakea. Kekuatan batuk yang besar merupakan mekanisme bantuan yang dimiliki tubuh untuk melindungi saluran udara dari lendir dan benda asing.
            Penyebab Batuk dapat disebabkan oleh berbagai macam iritasi saluran nafas, yang memasuki cabang trakeobronkial melalui inhalasi (rokok, debu, asap) atau oleh aspirasi (secret dari saluran nafas bagian atas, cairan lambung, benda asing). Ketika batuk terjadi selama iritasi oleh secret dari saluran nafas atas (misalnya dari post nasal drip) atau dari cairan lambung (misalnya pada refluks gastroesofageal), factor awal dari batuk tidak diketahui sehingga batuk tetap menetap. Sebagai tambahan, ekspos lama terhadap iritan dapat merupakan permulaan terjadinya peradangan jalan nafas, yang mana hal itu sendiri merupakan pencetus dari batuk dan semakin sensitifnya jalan nafas terhadap zat iritan lainnya. Batuk yang berhubungan dengan refluks gastroesofageal seharusnya hanya merupakan bagian aspirasi dari cairan lambung, mengingat mekanisme refleks dari vagal kelihatannya bertanggung jawab pada banyak pasien yang mengalaminya.
            Gangguan lainnya pada proses peradangan, konstriksi, infiltrasi, atau kompresi dari jalan nafas dapat berhubungan dengan terjadinya batuk. Peradangan umumnya dihasilkan dari adanya proses infeksi dijalan nafas, infeksi virus atau bakteri pada brokus sampai bronkiektasis. Pada brokitis karena virus, peradangan jalan nafas kadang-kadang menetap lama setelah resolusi dari gejala akut yang khusus, hal demikian mengakibatkan batuk yang lama, berlanjut sampai beberapa minggu. Infeksi pertusis juga mungkan menyebabkan batuk yang menetap pada dewasa, bagaimanapun, diagnosis secara umum dibuat dengan mempunyai dasar klinik.
            Asma umumnya menyebabkan batuk. Meskipun seting klinik umumnya memberi kesan ketika batuk merupakan gejala sekunder dari asma, pada beberapa pasien ada dengan gejala batuk tanpa mengi atau sesak, jadi harus dibuat diagnosis lebih tajam (batuk variant asma). Infiltrasi neoplasma pada dinding jalan nafas, seperti pada karsinoma bronkogenik atau tumor karsinoid, umumnya berhubungan dengan batuk. Infiltrasi jalan nafas oleh granuloma bisa juga mencetuskan batuk, seperti pada sarkoidosis endobronkial atau tuberculosis. Penekanan jalan nafas oleh masa dari luar, termasuk nodus kelenjar lymph, tumor mediastinum, dan aneurisma aorta.
            Contoh dari penyakit parenkim paru yang potensial menyebabkan batuk termasuk penyakit jaringan intertitial paru, pneumonia, dan abses paru. Penyakit jantung kongestif juga berhubungan dengan batuk, kemungkinan sebagai konsekwensi dari proses dijaringan intertitial bisa dikatakan sebagai edema peribronkial. Batuk yang tidak produktif terjadi sebagai komplikasi penggunaan obat penghambat ACE terjadi pada 5-20% pasien yang menggunakan obat ini. Onset terjadi biasanya setelah pemakaian obat selama satu minggu tetapi dapat lebih lambat setelah enam bulan pemakaian. Meskipun mekanismenya tidak diketahui dengan pasti, hal itu berhubungan dengan akumulasi bradikinin atau substan P, yang mana keduanya didegradasi oleh ACE.
            Penyebab batuk yang paling umum dikatagorikan berdasarkan lama dari batuk. Batuk akut (< 3 minggu) banyak terjadi segera selama infeksi saluran nafas atas (khususnya pada common cold, sinusitis bakteri akut, dan pertusis), tetapi bisa terjadi pada gangguan yang lebih berat, seperti pada pneumonia, emboli pulmonary, dan penyakit jantung kongestif, dapat juga terjadi sebagai suatu kebiasaan. Batuk kronik (> 3 minggu) pada perokok muncul sebagai akibat dari terjadinya penyakit paru obstruktif kronik atau karsinoma bronkogenik. Pada yang bukan perokok dimana didapatkan rontgen dada normal dan tidak adanya riwayat pemakaian obat ACE-inhibitor, umumnya lebih banyak penyebab batuk kronik adalah post nasal drip, asma, dan refluks gastroesofageal.
           
Pendekatan pada pasien
Riwayat yang terperinci sering digunakan, merupakan petunjuk untuk mencari penyebab dari batuk. Sebagian pertanyaan penting termasuk:
  1. Apakah batuk akut atau kronik ?
  2. Kapan onsetnya, apakah berhubungan dengan gejala yang berkenaan dengan infeksi pernafasan
  3. Apakah berhubungan dengan musim atau berhubungan dengan mengi ?
  4. Apakah berhubungan dengan gejala yang berkenaan dengan post nasal drip (pengeluaran cairan nasal, seringnya membersihkan tenggorokan, rasa gatal ditenggorokan) atau refluks gastroesofageal (rasa terbakar atau sensasi dari regurgitasi)? (tidak adanya gejala yang mengarah tidak menyingkirkan untuk mendiagnosis penyakit ini, sebagian pada kasus refluks gastroesofageal).
  5. Apakah berhubungan dengan adanya demam atau sputum? Jika didapatkan sputum, bagaimana karakteristik dari sputum tersebut?
  6. Apakah penderita mempunyai hubungan dengan penyakit atau factor resiko terkenanya penyakit (seperti rokok, faktor resiko terkena HIV, ekspose lingkungan)?
  7. Apakah pasien memakai obat ACE-inhibitor?
Pemeriksaan fisik secara umum merupakan poin penyebab batuk yang bukan disebabkan kelainan paru, seperti pada gagal jantung, penyakit primer neoplasma nonpulmoner , atau AIDS. Pemeriksaan dari orofaring dapat digunakan yang memiliki bukti untuk post nasal drip, termasuk lendir di orofaring atau eritema, atau gambaran mukosa berupa “cobblestone”. Pemeriksaan auskultasi dada bisa di dapatkan stridor inspiratoar (indikasi dari penyakit saluran nafas bagian atas), ronki atau wheezing pada ekspirasi (indikasi dari penyakit saluran nafas bawah), atau inspiratory crackles (petanda dari proses yang melibatkan parenkim paru, seperti penyakit paru intertitial, pneumonia, atau edema paru).
Pemeriksaan rontgen dada sebagian membantu untuk menunjukan atau mengkonfirmasi penyebab dari batuk. Potensial paling penting untuk mengetahui adanya masa intratoraks, lokasi dari infiltrat pada parenkim paru, penyakit jaringan intertitial difus atau alveoli. Bentuk daerah sarang tawon atau bentuk kista merupakan tanda dari bronkiektasis, adanya adenopati hilus bilateral yang simetris merupakan tanda dari sarkoidosis.
Tes fungsi paru digunakan untuk menilai abnormalitas fungsi yang menyertai gangguan tertentu yang menyebabkan batuk. Pengukuran kekuatan aliran ekspirasi dapat diperlihatkan sebagai obstruksi aliran udara yang reversibel merupakan karakteristik untuk asma. Ketika asma dipertimbangkan tetapi kecepatan aliran normal, tes provokasi bronkus dengan methacholine atau inhalasi udara dingin dapat memperlihatkan hipereaktif dari jalan udara oleh stimulus diatas berupa bronkokonstriksi. Pengukuran volume paru dan kapasitas difus primer digunakan untuk memperlihatkan adanya pola restriktif, segera terlihat pada beberapa penyakit jaringan paru intertitial yang difus.
      Jika didapatkan produksi sputum, pemeriksaan gross dan mikroskopik dapat digunakan untuk memberikan informasi. Sputum yang purulen petanda khas untuk bronchitis kronis, pneumonia, atau abses paru. Darah pada sputum mungkin didapatkan pada kelainan yang sama, tetapi dapat juga timbul pertanyaan pada penyakit tumor endobronkial. Pewarnaan gram dan pewarnaan cepat asam dan kultur dapat memperlihatkan sebagian pada infeksi patogen, sitologi sputum dapat digunakan untuk diagnosis keganasan paru.
      Studi lebih khusus dapat membantu hubungan yang lebih khusus. Bronkoskopi fiberoptik adalah prosedur pilihan untuk melihat tumor endobronkial dan pengumpulan sitologi dan spesimen histologi. Inspeksi dari mukosa trakeobronkial dapat memperlihatkan granuloma endobronkial terlihat segera pada sarkoidosis, biopsy endobronkial dari beberapa lesi atau biopsy transbronkial dari jaringan intertitial paru dapat mengkonfirmasi diagnosis. Inspeksi dari mukosa jalan nafas dengan bronkoskopi dapat juga memperlihatkan gambaran karakteristik dari jaringan endobronkial sarcoma Kaposi’s pada penderita AIDS. High-resolution computed tomography (HRCT) dapat mengkonfirmasikan adanya penyakit intertitial dan sering membantu dasar diagnosis pada pola dari penyakit. Itu adalah prosedur pilihan  untuk memperlihatkan adanya dilatasi saluran nafas dan memberi konfirmasi untuk diagnosis dari bronkiektasis.
            Komplikasi Komplikasi umum dari batuk adalah rasa sakit pada dada dan dinding perut, inkontinensia urin, dan kelelahan. Sebagian, batuk yang paroksismal dapat mempresipitasi terjadinya sinkop, konsekwensinya secara nyata adalah tekanan positif pada intratoraks dan alveolus. Meskipun batuk juga dapat menimbulkan patah tulang iga pada orang normal, seharusnya hal itu timbul kemungkinan karena adanya fraktur patologis, terjadi pada mieloma, osteoporosis, dan metastase osteolitik.


Pengobatan Pengobatan definitif dari batuk tergantung pada penyebab dasarnya dan kemudian permulaan terapi spesifik. Pembersihan terhadap masuknya agen dari luar (rokok, ACE-inhibitor) atau trigger endogen (post nasal drip, refluks gastroesofageal) biasanya efektif  jika presipitan dapat diidentifikasi. Penanganan  yang cukup penting lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah pengobatan spesifik dari infeksi saluran nafasnya, bronkodilator untukkemungkinan terjadinya obstruksi saluran udara yang reversibel, fisioterapi dada untuk meningkatkan pembersihan secret pada pasien dengan bronkiektasis, dan pengobatan tumor endobronkial atau penyakit jaringan intertitial paru dengan pengobatan yang ada dan disesuaikan.
            Gejala atau terapi nonspesifik dari batuk dipertimbangkan ketika:
1.      Penyebab batuk tidak diketahui atau pengobatan spesifik tidak memungkinkan
2.    Batuk tidak dapat dilakukan atau menyebabkan rasa tidak nyaman yang mencolok.
Iritasi, batuk yang tidak produktif mungkin ditekan oleh obat antitusif, yang mana meningkatkan latency atau ambang dari pusat batuk. Macam-macam obat termasuk codein (15 mg qid) atau nonnarkotik seperti dextromethorphan (15 mg qid). Obat ini digunakan untuk meringankan gejala dengan memperpanjang waktu batuk, terus menerus hilang timbul. Bagaimanapun, batuk yang produktif dengan kuantitas sputum yang signifikan seharusnya tidak usah ditekan, karena retensi  sputum dicabang trakeobronkial berhubungan dengan distribusi dari ventilasi, aerasi alveoli, dan kemampuan jaringan paru untuk menahan infeksi.
            Agen lain bekerja dengan berbagai mekanisme juga digunakan untuk mengontrol batuk, tetapi informasi obyektif dinilai dari penilaian keuntungan mereka yang amat kecil. Agen inhalasi antikolinergik, ipratropium bromida (2-4 puffs qid), dapat digunakan secara rasional untuk menghambat pada cabang eferen dari refleks batuk. Inhalasi glukokortikoid, ideal digunakan dengan spacer dan menurut dosis pada sebagian agen, untuk pasien yang mana peradangan jalan nafas dipikirkan sebagai penyebab dari batuk.

Hemoptisis
            Hemoptisis didefinisikan sebagai pengeluaran darah dari saluran nafas, spektrumnya bervariasi dari sputum yang berbercak darah sampai membatukkan darah murni. Hemoptisis masif didefinisikan sebagai pengeluaran > 100 sampai > 600 ml dalam waktu 24 jam, meskipun perkiraan pasien terhadap darah yang dikeluarkan adalah tidak sesuai kenyataan. Pengeluaran sejumlah kecil darah merupakan gejala yang menakutkan dan dapat menjadikan potensial penyakit yang serius, seperti pada karsinoma bronkogenik. Hemoptisis masif dilain pihak, dapat menimbulkan masalah yang mengancam jiwa. Darah yang banyak dapat mengisis saluran nafas dan ruang alveolar, tidak hanya serius mengganggu pertukaran gas tetapi potensi menyebabkan pasien rasa tercekik.
            Penyebab Karena darah murni berasal dari nasofaring atau saluran gastrointestinal dapat ditafsirkan seolah berasal dari saluran nafas bagian bawah, hal itu penting untuk memastika bahwa darah yang keluar tidak berasal dari satu atau sumber lain. Kesimpulan bahwa darah yang keluar murni berasal dari saluran gastrointestinal memberikan gambaran merah gelap dan pH yang asam, berlawanan dengan gambaran darah yang merah terang dan pH yang alkali adalah murni suatu hemoptisis.
            Arteri bronkial, yang mana merupakan bagian dari sirkulasi sistemik bertekanan tinggi, seperti juga murni dari aorta atau dari arteri interkostal dan sumber perdarahan pada bronchitis atau brokiektasis atau pada tumor endobronkial.
            Klasifikasi penyebab dari hemoptisis dapat menjadi dasar murni kelainan pada jaringan paru. Penyebab paling umum dari perdarahan saluran nafas adalah pada cabang trakeobronkial, yang mana bisa diakibatkan oleh proses inflamasi (akut atau kronik bronchitis, bronkiektasis) atau oleh neoplasma (karsinoma bronkogenik, metastase karsinoma endobronkial, atau tumor karsinoid bronkial). Darah murni berasal dari parenkim paru dapat juga berasal dari sumber yang local, seperti pada infeksi (pneumonia, abses paru, tuberkulosis), atau dari proses difus yang mempengaruhi parenkim paru (seperti pada koagulopati atau pada proses autoimun seperti pada sindrom Goodpasture’s). Gangguan primer yang mempengaruhi pembuluh darah pulmonary termasuk penyakit emboli pulmonary dan kondisi lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vena dan kapilar, seperti pada stenosis mitral atau kegagalan ventrikel kiri.
            Meskipun frekuensi relatif dari penyebab yang berbeda dari hemoptisis bervariasi dari seri ke seri, studi terbaru mengindikasikan bahwa bronchitis dan karsinoma bronkogenik adalah dua  penyebab yang paling umum. Walaupun frekuensi pada saluran nafas bawah dari tuberculosis dan bronkiektasis tergambar sekarang ini dibandingkan untuk seri lanjut, dua penyakit ini masih merupakan penyebab umum dari hemoptisis masif pada beberapa seri. Tetap setelah evaluasi yang luas, proporsi yang besar dari pasien (sampai 30% pada beberapa seri) tidak dapat diidentifikasi penyebab dari hemoptisisnya. Pada pasien ini diklasifikasikan sebagai idiopatik atau cryptogenic hemoptisis, dan saluran nafas yang tidak terlihat atau penyakit parenkim agaknya bertanggung jawab terhadap terjadinya perdarahan ini.



Pendekatan pada pasien
            Riwayat penyakit mempunyai nilai yang berharga. Hemoptisis digambarkan sebagai bercak darah dari sputum yang mukopurulen atau purulen yang memberi kesan pada bronchitis. Produksi sputum yang kronik dengan perubahan yang terbaru dalam jumlah atau merupakan tanda proses eksarsebasi akut dari bronchitis kronis. Demam atau menggigil bersamaan dengan sputum purulen berbercak darah menandakan pada pneumonia, mengingat bau yang busuk dari sputum yang timbul kemungkinan terjadi pada abses paru. Ketika produksi sputum menjadi kronik dan copious, diagnosis dari bronkiektasis seharusnya perlu dipertimbangkan. Hemoptisis diikuti oleh onset yang akut dari nyeri dada pleura dan sesak merupakan tanda dari penyakit emboli paru.
Riwayat sebelumnya atau gangguan yang bersamaan seharusnya dicari, seperti penyakit ginjal (pada sindrom Goodpasture’s atau granulomatosis Wegener’s), lupus eritomatosus (berhubungan dengan perdarahan pada paru-paru dari pneumonitis lupus), atau keganasan sebelumnya (kekambuhan kanker paru atau metastase endobronkial dari tumor primer non pulmonary). Pada pasien dengan AIDS, endobronkial atau sarcoma Kaposi’s parenkim paru seharusnya dipertimbangkan. Faktor resiko dari karsinoma bronkogenik, sebagian pada perokok dan paparan asbestosis, seharusnya dicari. Pasien seharusnya ditanyakan tentang gangguan perdarahan sebelumnya, pengobatan dengan antikoagulan, atau penggunaan dari obat yang dapat menyebabkan trombositopenia.
Pemeriksaan fisik bisa juga digunakan untuk membantu memberikan petunjuk kearah diagnosis. Sebagai contoh, pemeriksaan paru dapat memperlihatkan adanya pleural friction rub (emboli paru), local atau difus crackles (perdarahan parenkim atau yang mendasari proses diparenkim dalam hubungannya dengan perdarahan), bukti dari obstruksi aliran udara (bronchitis kronis), atau ronki yang jelas, dengan atau tanpa wheezing atau crackles (bronkiektasis). Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan penemuan adanya hipertensi arteri pulmonal, stenosis mitral, atau gagal jantung. Pemeriksaan kulit bisa menemukan adanya sarcoma Kaposi’s, malformasi arteriovenous dari penyakit Osler-Rendu-Weber, atau kelainan yang memberikan kesan dari penyakit lupus eritomatosus.
Evaluasi diagnosis dari hemoptisis dimulai dengan pemeriksaan rontgen toraks untuk melihat kelainan berupa masa, ditemukan memberikan kesan pada penyakit bronkiektasis, atau fokal atau penyakit parenkim difus (menggambarkan juga fokal atau perdarahan difus atau daerah fokal dari pneumonitis). Sebagai tambahan sering kali evaluasi skrining permulaan termasuk hitung darah lengkap, profil koagulasi, dan penilaian untuk penyakit ginjal dengan urinalisis dan pengukuran dari BUN dan kadar kreatinin. Ketika sputum didapatkan, pemeriksaan gram dan pewarnaan asam cepat (sepanjang dengan kultur yang sesuai) merupakan suatu indikasi.
Bronkoskopi fiberoptik sebagian digunakan untuk melokalisasi daerah perdarahan dan untuk melihat lesi endobronkial. Ketika perdarahan menjadi masif, bronkoskopi rigid sering kali lebih baik untuk bronkoskopi fiberoptik Karen lebih baik untuk mengontrol jalan nafas dan mempunyai kemampuan untuk menyedot paling baik. Pada pasien dengan suspek bronkiektasis, HRCT sekarang merupakan prosedur diagnostik pilihan, menggantikan tempat bronkografi.

 

Pengobatan Kecepatan perdarahan dan efek dari hal tersebut terhadap pertukaran gas terbatas pada penanganan yang mendesak. Ketika perdarahan yang terjadi berupa bercak darah dari sputum atau produksi sedikit darah segar, pertukaran gas biasanya dijaga; diagnosis yang sebenarnya adalah prioritas utama. Ketika hemoptisis menjadi masif dipertahankan pertukaran gas yang adekuat, mencegah perdarahan  keluar yang akan mempengaruhi daerah paru, dan menghindari asfiksia merupakan prioritas utama. Menjaga pasien tetap istirahat dan sebagian menekan batuk mungkin dapat membantu meredakan perdarahan yang timbul. Jika murni dari darah diketahui dan terbatas pada satu paru, perdarahan paru seharusnya ditempatkan pada posisi tertentu, sehingga darah tidak teraspirasi kedalam daerah dijaringan paru.

            Dengan perdarahan masif, memerlukan kontrol jalan nafas dan mempertahankan secara adekuat pertukaran gas mungkin diperlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Pada pasien yang dalam keadaan membahayakan dari paru-paru kontralateral dari sisi perdarahan meskipun dengan posisi yang tepat, isolasi  dari cabang utama kanan dan kiri bronkus dari masing-masing lainnya dapat dicapai oleh intubasi selektif dari paru-paru yang tidak berdarah (sering dengan dipandu bronkoskopi) atau khusus dengan menggunakan model endotrakeal tube lumen ganda. Pilihan yang lain meliputi insersi kateter balon melalui bronkoskop dengan visualisasi langsung  dan inflasi balon untuk menutup sisi bagian bronkus yang mengalami perdarahan. Teknik ini tidak hanya mencegah aspirasi dari darah kedalam daerah yang berbahaya tetapi juga dapat mengembangkan tamponade pada sisi perdarahan dan dapat menghentikan perdarahan itu sendiri.
            Teknik lainnya yang tersedia untuk mengontrol secara signifikan perdarahan termasuk diantaranya  laser phototherapy, elektrokauter, embolotherapy, reseksi bedah dari daerah paru yang terlibat. Pada perdarahan dari tumor endobronkial, neodymium:yttrium-aluminum-garnet(Nd:YAG) laser sering dapat digunakan untuk hemostasis sementara dengan koagulasi pada sisi perdarahan. Elektrokauter, yang mana sekarang digunakan listrik untuk penghancuran panas dari jaringan, dapat digunakan seperti untuk penanganan perdarahan dari tumor endobronkial. Embolotherapy melibatkan prosedur arteriographic  dimana proksimal dari jaringan yang mengalami perdarahan dikanul, dan bahan seperti Gelfoam  disuntikkan untuk menyumbat jaringan yang berdarah. Reseksi bedah adalah juga pilihan terapi untuk pengobatan kedaruratan hemoptisis yang mengancam jiwa hal itu dilakukan jika dengan tindakan lainnya gagal atau untuk elektif tetapi penanganan local dari penyakit merupakan subyek yang menyebabkan perdarahan berulang.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Blog Pinger Free