SubmitYahoo Modul IKTERUS ~ Febri Irawanto - ilmu kita

Google Plus

Senin, 12 Desember 2011

Modul IKTERUS


IKTERUS

I. Pendahuluan
         Ikterus adalah perubahan warna jaringan menjadi kekuningan karena penimbunan bilirubin. Penimbunan bilirubin di jaringan terjadi akibat hiperbilirubinemia dan merupakan tanda adanya penyakit hati atau kelainan hemolitik. Kenaikan bilirubin yang ringan dapat diketahui pada pemeriksaan fisik dengan melihat sklera karena sklera mempunyai affinitas yang tinggi terhadap bilirubin karena mempunyai kandungan elastin yang tinggi. Ikterus pada sklera tampak ketika kadar bilirubin paling sedikit 3 mg/dL. Bila pemeriksa curiga adanya ikterus, tempat kedua untuk memeriksa adalah dibawah lidah. Bila kadar bilirubin naik terus maka kulit akan berwarna kuning pada permulaan yang kemudian akan berubah menjadi kehijauan akibat oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.
         Diagnosa banding warna kuning pada kulit adalah karotenoderma, pemakaian obat kuinakrin, paparan fenol yang berlebihan. Karotenoderma terjadi karena konsumsi berlebihan sayuran dan buah-buahan yang mengandung banyak karoten, seperti wortel, sayuran hijau, labu, peach, dan jeruk. Pada karotenoderma, warna kuning terkonsentrasi hanya pada telapak tangan, telapak kak , dahi, dan lipatan naso-labial sedangkan sclera tidak terlihat kuning.
         Kenaikan kadar bilirubin serum terjadi bila ada ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran bilirubin. Evaluasi penderita dengan ikterus memerlukan pemahaman tentang produksi dan metabolisme bilirubin.

II. Produksi dan Metabolisme Bilirubin

         Bilirubin, suatu pigmen tetrapyrole, merupakan hasil pemecahan heme (feroprotoporphyrin IX ). Sekitar 70-80 % dari 250-300 mg bilirubin yang diproduksi tiap harinya berasal dari pemecahan hemoglobin eritrosit. Sisanya berasal dari penghancuran dini sel eritroid di sumsum tulang serta dari hemoprotein seperti mioglobin dan sitokrom di jaringan.
         Pembentukan bilirubin terjadi di sel-sel retikuloendotelial terutama di limpa dan hati.Pada reaksi pertama yang dikatalisa enzim heme-oksigenase, jembatan a protoporfirin terpecah dan cincin heme terbuka, sehingga dihasilkan biliverdin, karbon monoksida, dan zat besi. Pada reaksi kedua, yang dikatalisa enzim biliverdin reduktase, biliverdin tereduksi menjadi bilirubin. Bilirubin ini tidak larut dalam air.
         Untuk dapat diangkut dalam peredaran darah , bilirubin tidak terkonyugasi harus dapat larut, dengan cara berikatan secara reversible dengan albumin melalui ikatan nonkovalen. Bilirubin tidak terkonyugasi ini, akan diambil oleh hepatosit melalui proses transpor membran yang melibatkan carrier.
         Dalam sitosol hepatosit, bilirubin tidak terkonyugasi ini akan berpasangan dengan protein ligandin. Ligandin berfungsi memperlambat difusi sitosolik bilirubin dan mengurangi efluxnya kembali ke serum.
         Dalam retikulum endoplasma, bilirubin akan berkonjugasi dengan asam glukuronat membentuk bilirubin monoglukoronid dan diglukoronid yang larut dalam air. Konjugasi ini dikatalisa oleh enzim bilirubin uridine-diphospate ( UDP ) glucuronosyl transferase.
         Selanjutnya bilirubin terkonyugasi ini akan berdifusi ke membran kanalikuler dan kemudian di transpor aktif ke kanalikuler bile.
         Bilirubin terkonyugasi akan diekskresi melalui aliran empedu ke duodenum sampai proximal usus halus. Ketika mencapai bagian distal ileum dan kolon, akan dihidrolisa menjadi bilirubin tidak terkonyugasi oleh bacterial b-glucorinidase dan direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen.
         Sekitar 80-90 % urobilinogen akan diekskresikan melalui feses, baik dalam bentuk yang tidak berubah atau teroksidasi menjadi urobilin yang berwarna kuning tua. Sisanya (10-20 %) akan diabsorbsi pasif, memasuki vena porta dan diekskresikan kembali oleh hati. Sejumlah kecil bilirubin terkonyugasi, kurang dari 3 mg/dL yang keluar dari uptake hati, akan disaring glomerulus, sebagian besar diresorbsi oleh tubulus proximal, sebagian kecilnya diekskresikan dalam urine.
         Konsentrasi bilirubin serum normalnya < 1 mg/dL. Sampai 30 % nya ( 0,3 mg/dL ) adalah bilirubin terkonyugasi. Pada populasi normal kadar bilirubin total berkisar antara 0,2-0,9 mg/dL.

 


III. Evaluasi Penderita Ikterus


         Hiperbilirubinemia dapat berasal dari :
1. Produksi bilirubin berlebihan
2. Gangguan pada proses uptake, konjugasi, atau ekskresi bilirubin
3. Regurgitasi dari hepatosit atau saluran empedu yang rusak.

Kenaikan bilirubin terkonyugasi berasal dari produksi yang berlebihan, gangguan uptake  atau konjugasi. Kenaikan bilirubin terkonyugasi karena berkurangnya ekskresi melalui saluran empedu atau backward leakage.
         Langkah pertama dalam mengevaluasi penderita adalah menentukan :
1. Apakah bilirubin ini berasal dari conjugated atau unconjugated
2. Apakah ada kelainan biokimia hati

IV. Isolated Elevation of serum bilirubin

a. Hiperbilirubinemia Unconjugated      

         Pertama kali ditentukan apakah karena suatu proses hemolitik atau gangguan uptake/konjugasi bilirubin.
         Penyakit hemolitik dapat terjadi karena diturunkan atau didapat. Kelainan herediter termasuk di dalamnya adalah : sferositosis , anemia sel sabit , defisiensi enzim eritrosit seperti piruvat kinase dan glukosa-6 fosfat dehidrogenase. Penyakit hemolitik yang didapat termasuk  anemia hemolitik mikroangiopatik (misalnya sindrom hemolitik-uremik), paroxysmal nocturnal hemoglobinuria, dan hemolisis imun.
         Obat-obat tertentu seperti rifampisin dan probenesid dapat menyebabkan hiperbilirubinemia unconjugated dengan cara mengurangi hepatic-uptake. Gangguan konjugasi dapat terjadi pada 3 kelainan bawaan, yaitu : sindrom Criggler- Najjar tipe 1 & 2, serta sindrom Gilbert.

b. Hiperbilirubinemia Conjugated

         Ditemukan pada penderita dengan kelainan bawaan yang jarang berupa sindrom Dubin-Johnson dan Rotor.Penderita kedua sindrom ini mengalami ikterus yang asimptomatis dan biasanya timbul pada generasi kedua.
         Kedua kelainan ini sebenarnya dapat dibedakan, namun secara klinis tidak penting karena sifatnya ringan.

c. Hiperbilirubinemia dengan Kelainan Fungsi Hati

         Hiperbilirubinemia direk dengan kelainan fungsi hati harus dibedakan antara proses hepatoseluler primer dan kolestatik intra/ekstra hepatic. Perbedaanya diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

V. Anamnesis

         Penderita harus ditanyakan tentang penggunaan obat-obatan, jamu, atau zat kimia tertentu. Penderita juga harus ditanyakan mengenai pemakaian obat parenteral, tattoo, aktivitas sexual, riwayat berpergian baru-baru ini, kontak dengan penderita sakit kuning, paparan dengan makanan yang terkomtaminasi, paparan pekerjaan dengan bahan-bahan hepatotoksik, konsumsi alcohol, lamanya ikterus, gejala-gejala penyerta lain (artralgia, mialgia, ruam kulit, anorexia, turunnya berat badan, nyeri perut, demam, pruritus, serta perubahan urine dan feses).
         Adanya artralgia dan mialgia yang mendahului ikterus cenderung ke arah hepatitis baik virus maupun akibat obat.
         Episode berulang nyeri epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen cenderung ke arah penyakit traktus bilier. Ikterus yang disertai nyeri perut mendadak hebat di kuadran kanan atas disertai menggigil dan demam tinggi cenderung ke arah koledokolitiasis dan kolangitis asenden.

VI. Pemeriksaan Fisik

         Stigmata penyakit hati kronis termasuk spider naevi, eritema palmaris, white nails, ginekomasti, caput medussae, kontraktur Dupuytren’s, pembesaran kelenjar parotis, dan atrofi testis sering dijumpai pada sirosis Laenec dan kadang sirosis tipe lainnya.Pembesaran kelenjar supraklavikula kiri (Vircow’s node) atau nodul periumbilikal (Sister Mary Joseph’s nodule) menunjukkan keganasan abdomen. Distensi vena jugular, tanda-tanda gagal jantung kanan menandakan bendungan hati.
         Pemeriksaan abdomen harus berpusat pada ukuran dan konsistensi hati serta lien dan ada tidaknya asites.Pembesaran hati dengan perabaan noduler serta adanya massa di abdomen menunjukkan adanya proses keganasan. Murpy’s sign  menunjukkan adanya kolesistitis atau kadang-kadang kolangitis asenden.

VII. Laboratorium
         Pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan bilirubin total dan bilirubin conjugated, enzim ALT, AST, Alkali Pohosphatase, albumin dan protrombin time. Dari pemeriksaan ini akan diketahui apakah merupakan proses hepatoseluler atau proses kolestatik.
         Penderita dengan proses hepatoseluler umumnya terdapat kenaikan enzim aminotransferase yang tidak sebanding dengan kenaikan alkali phosphatase, sedangkan pada penderita dengan proses kolestatik kenaikannya sebanding.
         Pemeriksaan albumin dan protrombin test berguna untuk menilai fungsi hati. Albumin yang rendah menunjukkan adanya proses kronik seperti sirosis atau kanker. Peningkatan protrombin time menunjukkan adanya defisiensi vitamin K atau adanya suatu kerusakan hepatoseluler yang berat.      

VIII. Proses Hepatoseluler

         Penyakit yang termasuk adalah hepatitis viral, obat atau toxin, alcohol, sirosis karena berbagai macam sebab. Penyakit Wilson harus dipikirkan pada penderita ikterus dewasa muda. Hepatitis autoimun biasanya dijumpai pada perempuan muda dan setengah baya, tetapi bisa juga menyerang laki-laki / perempuan dari berbagai usia.
         Hepatitis karena alcohol dapat dibedakan dengan hepatitis viral atau toxin-related melalui pola peningkatan aminotransferase, dimana ratio AST : ALT lebih dari 2 : 1 dan kadar AST jarang melebihi 300 U/L. Penderita hepatitis viral akut dan toxin-related injury memeiliki kadar aminotransferase > 500 U/L, dengan kadar ALT lebih besar atau sama dengan AST.
         Pemeriksaan untuk hepatitis viral akut meliputi IgM anti HAV, HbsAg, IgM anti HBc dan HCV RNA. Virus hepatitis D membutuhkan infeksi virus hepatitis B sebelumnya. Infeksi terjadi secara simultan atau berupa superinfeksi pada karier kronik hepatitis B.Pemeriksaan untuk hepatitis D, E, hepatitis karena Ebstein-Barr virus dan cytomegalovirus dilakukan tergantung keadaan.
         Kerusakan hepatoseluler karena obat-obatan dapat dibedakan menjadi predictable dan unpredictable.Yang predictable adalah tergantung dosis, contoh klasiknya adalah asetominophen/parasetamol, sedangkan yang unpredictable adalah tidak tergantung dosis (idiosinkrasi) dan hanya terjadi pada sebagian kecil populasi.

IX. Proses Kolestatik  

         Pertama kali harus dibedakan apakah kolestatiknya intra atau ekstra hepatal. Pemeriksaan yang penting adalah USG, apabila dijumpai dilatasi biliary tree berarti yang terjadi adalah kolestatik ekstrahepatik.CT scan dan ERCP sangat berguna untuk melihat sumbatan yang letaknya distal dari common bile duct. MRCP merupakan teknik noninvasive untuk menilai bile dan pancreatic duct.
         Pada penderita kolestatik intra hepatic yang jelas Ikterus tampak ketika kadar bilirubin melebihi 3 mg/100 ml.
, diagnosis biasanya ditegakkan dengan kombinasi pemeriksaan serologis dan biopsy hati perkutan.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Blog Pinger Free