Terapi Non farmakologi pada penderita SLE
SLE adalah suatu penyakit yang melibatkan semua sistim/ organ di dalam tubuh , bersifat kronis dan kadang-kadang dapat membahayakan jiwa. Penderita akan menderita berbagai macam gejala dan tergantung dari derajat beratnya dan tipe organ tubuh yang terkena. Karena tidak menentunya perjalanan penyakitnya, pengobatan yang efektif membutuhkan komunikasi yang terus menerus antara dokter dan penderita dalam hal menghilangkan gejala penyakit, mencegah dan mengobati relaps dan mengurangi efek samping yang disebabkan oleh obat-obatan yang diberikan.
Peranan diit dan nutrisi
Data-data yang dilaporkan berkaitan dengan efek dari modifikasi diit pada penderita SLE sangatlah terbatas. Suatu penelitian yang dilakukan di Jepang, menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi daging akan meningkatkan aktifitas SLE dan menyebabkan perjalanan penyakit lebih progesif1. Sebaliknya suatu penelitian “double-blind randomized controlled trial “ dengan menggunakan minyak ikan, dilaporkan bahwa dari 17 penderita SLE yang mengkosumsi 20 gram/hari Eicosapentaenoic acid , 14 penderita mendapatkan manfaat atau keadaan umum yang lebih baik dibandingkan dengan 13 dari 17 penderita pada grup placebo2. Walaupun hasil ini cukup baik tapi belum ada konsensus yang menganjurkan penggunaan suplemen minyak ikan untuk pengobatan SLE.
Pada umumnya pendekatan secara konservatif menganjurkan bahwa diit harus disesuaikan dengan derajat aktifitas penyakitnya dan respon terhadap pengobatan. Hal yang sama pada penderita SLE , dimana bila aktifitas penyakit meningkat dan penderita mengalami demam maka asupan kalori harus ditingkatkan
Kortikosteroid akan meningkatkan nafsu makan dan hal ini sangat potensial sekali menyebabkan peningkatan berat badan. Rasa lapar dapat dikurangi dengan minum air, pemberian antasida dan atau mengkonsumsi H2 blocker. Tetapi jika peningkatan berat badan tetap terjadi maka penderita harus mendapat penyuluhan untuk mengkonsumsi makanan yang berkalori rendah.
Hiperlipidemia dapat disebabkan karena sindroma nefrotik atau karena pemberian kortikosteroid. Satu penelitian menunjukan bahwa apabila dosis prednison dinaikan 10 mg/hari maka hal ini akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterold dalam serum meningkat sebanyak 7.5 mg/dL Penderita dengan hiperlipidemia, dianjurkan untuk mengkonsumsi diit rendah lemak. Obat penurun kolesterol ( pada umumnya golongan statin) haruslah di pertimbangkan bilamana kadar kolesterol tetap tinggi walaupun penderita sudah diit.3.
Vitamin, pada umumnya jarang diperlukan bila penderita sudah mengikuti pola diit yang berimbang. Tetapi, mengkonsumsi multivitamin setiap hari perlu dianjurkan apabila penderita tidak dapat mencukupi diit yang memadai atau penderitanya sedang dalam program diit menurunkan berat badan.4.
Penderita yang sedang mendapat terapi kortikosteroid dan wanita postmenopause seharusnya mengkonsumsi 400 – 800 unit vitamin D ditambah 1000 mg calcium perhari untuk mengurangi kemungkinan terjadinya osteoporosis. Tetapi tidak ada manfaatnya mengkonsumsi herbal karena tidak ada bukti yang menunjukan bahwa herbal bermanfaat bahkan dapat menyebabkan efek yang membahayakan bagi si penderita.
Olahraga
Kurangnya aktifitas saat penderita menderita sakit akan menyebabkan hilangnya stamina dan masa otot tubuh secara cepat. Rasa lelah akan timbul saat fase akut penyakit tsb mereda. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan latihan olahraga yang bertahap5. Pada kasus-kasus tertentu yang sulit, rasa lelah dapat dikurangi dengan pemberian prednison, anatimalaria atau dehydroepiandrosterone (DHEA)6,7,8.
Imnunisasi
Sejak lama diduga bahwa imunisasi dapat menyebabkan eksaserbasi SLE. Tetapi saat ini data telah menunjukan bahwa vaksin influensa dapat diberikan secara aman dan efektif. Vaksin pneumococus juga dapat diberikan secara aman tetapi antibodi yang dibentuk akan lebih rendah dari orang sehat9,10. . Sebaliknya dianjurkan untuk tidak memberi vaksin hidup pada penderita SLE yang keadaan sistem imunologisnya tertekan. Efektifitas dan keamanan pemberian vaksin hepatitis B, hingga saat ini belum dapat ditentukan 11.
Referensi
1. Minami, Y, Sasaki, T, Komatsu, S, et al. Female SLE in Miyagi Prefecture, Japan: A case-control study of dietary and reproductive factors. Tohoku J Exp Med 1993; 169:245.
2. Walton, AJ, Snaith, ML, Locniskar, M, et al. Dietary fish oil and the severity of symptoms in patients with SLE. Ann Rheum Dis 1991; 50:463.
3.. Petri, M, Lakatta, C, Magder, L, Goldman, D. Effect of prednisone and hydroxychloroquine on coronary artery disease risk factors in SLE: A longitudinal data analysis. Am J Med 1994; 96:254.
4. Hearth-Holmes, M, Baethge, BA, Broadwell, L, Wolf, RE. Dietary treatment of hyperlipidemia in patients with SLE. J Rheumatol 1995; 22:450.
5. Robb-Nicholson, LC, Daltroy, L, Eaton, H, et al. Effects of aerobic conditioning in lupus fatigue: A pilot study. Br J Rheumatol 1989; 28:500.
6. Robb-Nicholson, LC, Daltroy, L, Eaton, H, et al. Effects of aerobic conditioning in lupus fatigue: A pilot study. Br J Rheumatol 1989; 28:500.
7. Rothfield, N. Clinical features of systemic lupus erythematosus. In: Textbook of Rheumatology, Kelley, WN, Harris, ED, Ruddy, S, Sledge, CB (Eds), WB Saunders, Philadelphia, 1981.
8. Derksen, RH. Dehydroepiandrosterone (DHEA) and systemic lupus erythematosus. Semin Arth Rheum 1998; 27:335.
9. Brodmann, R, Gilfillan, R, Glass, D, Schur, PH. Influenzal vaccine response in SLE. Ann Intern Med 1978; 88:735.
10. Battafarano, DF, Battafarano, NJ, Larsen, L, et al. Antigen-specific antibody responses in lupus patients following immunization. Arthritis Rheum 1998; 41:1828.
11. Ioannou, Y, Isenberg, DA. Immunization of patients with sytemic lupus erythematosus: The current state of play. Lupus 1999; 8:497.
0 komentar:
Posting Komentar