SubmitYahoo Sejarah, Asal Mula banten ~ Febri Irawanto - ilmu kita

Google Plus

Selasa, 26 Juni 2012

Sejarah, Asal Mula banten


Sejarah, Asal Mula banten




PERANAN MASJID AGUNG BANTEN PADA MASA PEMERINTAHAN
SULTAN MAULANA YUSUF
DIRESUME DARI BERBAGAI TULISAN OLEH JAMRIDAFRIZAL
Poses Berdirinya Masjid Agung Banten tahun 1569 M
Peristiwa pendirian masjid yang pertama, memberikan kepada umat Islam
makna yang sesungguhnya tentang masjid. Setelah kurang lebih 12 tahun
menjalankan tugas kerasulan di Mekkah. Allah memerintahkan Nabi Muhammad
untuk hijrah ke Madinah. Ditilik dari ilmu perang, hijrah merupakan taktik dan
strategi Nabi untuk mengembangkan addin dan mengIslamkan umat. Taktik untuk
mencapi tujuan strategi dijalankan beliau di Mekkah. Tetapi kemajuan Islam
terasa lambat sekali dan tantangan lawan terlalu kuat dan makin giat. Nabi
menukar taktik dengan menjadikan Madinah sebagai markas besarnya. Ternyata
taktik tersebut berhasil. Demikianlah Senin 12 Rabiul Awwal (28 Juli 622 M)
Nabi Muhammad S.A.W. meninggalkan Mekkah pergi ke Quba, selatan Yatsrib,
yang sesudah itu bernama Madinah dan hijarahnya Nabi merupakan awal
kalenderium Islam yang berarti dimulainya periode Islam dalam sejarah umat
manusia. Kurun Madinah dalam pertumbuhan Islam, yang mulai sesudah hijrah
merupakan kurun yang berbeda dari kurun Mekkah. Di Madinah penganut Islam
cepat berkembang, sungguhpun mendapat halangan dari pihak Yahudi, yang
tadinya diharapkan Nabi akan menolongnya, rupanya Taurat terkena perubahan
tangan manusia. Taurat asli mengajarkan kepada kaum Yahudi untuk mengakui
Islam dan Muhammad. Tetapi kitab suci yang sudah kena perubahan tangan
manusia itu berisikan sebaliknya sehingga terjadilah perpecahan dengan golongan
Yahudi.
Disamping orang-orang yang masuk Islam karena benar-benar yakin,
terdapat pula golongan yang masuk Islam karena pertimbangan keuntungan dan
kepentingan diri sendiri, mereka ini adalah kaum munafik. Ikrar keyakinan
mereka hanya sekedar ucapan dengan lidah, tanpa meyakini dengan hati, mereka
bersandiwara.
Dari uraian di atas beberapa dapt ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
? Dalam keadaan darurat sekali, setelah Nabi sampai pada tujuan
pengungsiannya, bukan membangun pertahanan untuk menampung
kemungkinan serangan musuh dari Mekkah, tapi membangun masjid yang
beliau kerjakan untuk pertama kalinya ,
? Kalenderium Islam, yaitu tahun hijriah, dimulai dengan pendirian masjid
pertama, tanggal 12 Rabiul Awwal (permulaan tahun hijriah, selanjutnya
dijatuhkan tanggal 1 Muharram) dan tanggal 1 Muharram yang pertama jatuh
hari Jum'at adalah hari meramaikan masjid secara khusus dalam tiap tujuh
hari.
? Di Mekkah Islam tumbuh di Madinah ia berkembang. Dalam
kurun pertama Nabi mengajarkan dasar-dasar agama,
sedangkan dalam kurun ke dua dasar-dasar kebudayaan. Dibatas
24
antara dua kurun Nabi mendirikan masjid. Dalam kurun Mekkah ayat-ayat
yang turun dituukan kepada manusia, "Hai manusia". Ayat-ayat Makkiyah
mengajak manusia kepada keesaan Tuhan, menjelaskan tak ada Tuhan
melainkan Allah. Ayat tersebut memperingatkan akan ganjaran dan azab
Tuhan kepada manusia yang berbuat baik dan jahat, mengajarkan kehidupan
manusia sesudah mati, kehidupan akhir atau akhirat. Diperingatkannya akan
datang nanti hari kiamat dan perisitwa-perisitwa yang terjadi waktu itu.
Selanjutnya ayat-ayat itu berseru supaya manusia mengenal akhlak, kebajikan
dalam menjauhi kejahatan disertai contoh-contoh yang pernah terjadi pada
umat yang terdahulu, bagaimana jadinya orang-orang yang mendustakan
pesuruh Tuhan dan menantang pemimpinnya. Pendirian masjid yang
dilakukan Nabi antara kurun waktu pengajaran agama dan kurun pengajaran
kebudayaan dapat diartikan bahwa ia berdiri di ujung ajaran agama dan
dipangkal ajaran kebudayaan.
? Masjid memecah Gemeinschaft (hubungan antar manusia yang menimbulkan
ikatan kehendak positif atau negatif, hasrat, naluri diperkuat oleh kebiasaan,
disempurnakan oleh kepercayaan atau agama). Arab yang berasaskan
kesukuan menjadi Gememschaft yang beriman, dengan Gesellschaft yaitu
hubungan antara manusia yang rasional, ditujukan pada alat yang bertentangan
dengan rasa, adanya kesadaran, negara Islam. Kaum Muhajirin yang
merupakan Gemeinschaft yang lebih berasaskan agama.
? Masjid didirikan oleh orang-orang yang bertakwa.
? Masjid dibangun secara bergotong royong, didirikan bersama untuk
kepentingan bersama.
? Masyarakat Islam yang dihadapi oleh masjid pertama dari dua golongan, yaitu
mu'min dan munafik. Orang munafik banyak menyamar sebagai mu'min.
Dari ketujuh kesimpulan di atas, peristiwa pembangunan masjid pertama
menggambarkan makna sesungguhnya dari masjid. Apabila hari pertama Nabi
dengan rombongannya sampai di daerah Madinah dalam hijrahnya dari Mekkah,
serta merta dibangunlah masjid, adalah tujuan logis atau sudah dapat disimpulkan
bahwa Nabi pada hari pertama sekali sudah tidak akan melakukan kerja
pembangunan masjid manakala beliau tidak beranggapan bahwa masjid itu sangat
penting bagi keberadaan Islam dalam menghadapi kurun Madinah, pembangunan
masjid tersebut dianggap Nabi lebih penting dari yang lainnya dalam saat darurat
itu. Dalam rangka pertanyaan Abu Zar tentang masjid Aqsa, Rasulullah
menyatakan : "Dimana saja engkau berada, jika waktu sembahyang tiba,
sembahyanglah, karena disitupun masjid" (dikutip dari hadits Muslim).
Dikandang kambingpun, kalau terpaksa sembahyang dapat dilakukan, kalau perlu
juga gedung khusus untuk masjid.
Kalau diteliti dalam sejarah Islam, akan dapat disimpulkan bahwa
penyempurnaan agama Islam dapat dikembalikan dasar-dasarnya kepada apa yang
dilakukan Nabi sesudah hijrah. Sepuluh tahun terakhir dari hidup Nabi, semenjak
hijrah sampai wafat, Nabi telah meletakkan tonggak dasar dunia Islam. Apbila
Nabi pada hari pertama sudah mendirikan masjid dapatlah disimpulkan bahwa
dengan itu Nabi membangun lembaga utama dari dunia Islam, karena tugas-tugas
yang diberikan Nabi kepada masjid merupakan "benih" yang dalam
25
perkembangannya melahirkan dunia Islam. Maka tepatlah jika masjid sebagai
pusat ibadah dan kebudayaan Islam.
Ketika Rasulullah SAW. Hijrah meninggalkan masjid Mekkah ia berhenti
di Quba, yaitu sebuah tempat yang tidak jauh dari kota Madinah. Empat hari
lamanya Rasulullah dan sahabat-sshabat yang mengikutinya tinggal ditempat
tersebut. Pada hari jum'at mereka harus melakukan sholat jum'at berjama'ah dan
pada hari itu pula mereka membuat untuk bersembahyang. Inilah masjid yang
pertamakali didirikan.
Kemudian Nabi menuju kota Madinah, kedatangan beliau dan para sahabat
disambut dengan meriah, disongsong keluar pintu kota, dielu-elukan dengan
takbir dan kasidahan, tiap-tiap kabilah mempersilahkan Rasulullah menjadi
tamunya, akan tetapi ia menolak dan membiarkan unta yang membawanya
berjalan sendiri memilih tempat berhenti. Unta yang dilepaskan tidak bertali itu
berjalan dengan diiringi oleh kaum muslimin, karena mereka ingin menyaksikan
dengan mata sendiri, dimanakah gerangan unta tersebut berhenti. Unta tersebut
berhenti di dekat murbat (tempat yang biasa untuk menambatkan binatang ternak)
kepunyaan dua orang anak yatim yang bernama Sahal dan Suhail bin Amru.
Insyaallah inilah tempatnya" sabda Nabi kemudian ia membaca sebuh ayat "Ya
Tuhan, tempatkanlah kami pada tempat yang membawa berkah, dan engakulah
yang sebaik-baiknya memberi tempat". Tempat tersebut kemudian di beli oleh
Mu'az bin Afra, karena dialah wali yang memelihara kedua anak yatim itu. Maka
disitulah Nabi mendirikan rumahnya dan dalam pada iu dimulailah mengerjakan
masjid dengan cara bergotong royong. Pekerjaan itu dilakukan dengan gembira
dan sepenuh hati oleh para sahabat dan masyarakat Madinah, yang selama ini
tidak pernah bekerja berat apalagi bergelimang lumpur, waktu bekerja bersamasama
itu, Rasululah juga ikut membantu bersama para sahabat.
Pekerjaan membangunan masjid tidak banyak memakan waktu, karena
selain dikerjakan secara bergotong royong, bangunan masjid itu amat sederhana.
Disekelilingnya didirikan pagar tembok dari batu bata yang diplester dengan tanah
liat. Pada bagian muka yaitu dekat mihrab diberi atap yang terbuat dari pelapah
kurma yang disusun rapat, sedangkan bagian belakangnya hanya terbuka saja.
Atapnya hanya dibuat kecil, sehingga sewaktu-waktu sinar matahari yang terik
langsung menimpa orang yang sedang shalat. Kalau hari hujan ruangan masjid
menjadi basah dan becek sebab lantainya hanya pasir. Enam tahun lamanya
bangunan masjid tetap seperti itu, tak ada yang berubah, sederhana dan terasa
indah.
Sejarah berdirinya Masjid Agung Banten juga tidak jauh dari proses
pendirian masjid pertamakali oleh Nabi karena Sultan Maulana Hasanuddin
adalah seorang Raja Islam yang otomatis selalu berusaha untuk mengikuti jejak
nabi dalam kehidupannya.
Sejarah berdirinya Masjid Agung Banten yang di awali oleh adanya citacita
Sultan Maulana Hasanudin untuk memiliki pusat penyebaran agama Islam ke
seluruh wilayah Banten yang pada saat itu mayoritas agama Hindu. Juga tempat
rakyat, pembesar kerajaan, serta pedagang Islam yang singgah di Bandar Banten
untuk bersamaa-sama melakukan sholat berjam’ah bersama Sultan.
26
Pembangunan yang dimulai pada tanggal 5 Djulhijjah tahun 966 Hijriyah
atau tahun 1569 M, yang kemudian di rampungkan oleh Sultan Maulana Yusuf.
Masjid ini terletak di bekas ibukota Kerajaan Banten lama, 10 Km jaraknyaa dari
kota Serang. Masjid yang menempati tanah seluas 0,13 Ha, yang terdiri dari
bangunan utama dan beberapa bangunan penunjang, seperti menara dan tiyamah,
masjid ini juga memiliki atap berbentuk bujur sangkar yang di namakan kubah,
yang tersusun makin keatas semakain mengecil. Atap yang berbentuk limas
tersebut keseluruhannya berbentuk lima tingkat.
Pada sebelah Selatan Masjid Aagung Banten terdapat baangunan
penunjang yang di sebut Tiyamah, bangunan yang bergaya arsitektur Eropa
dengan gaya arsitektur klasik Italia, denah berbentuk persegi panjang bertingkat
dua, dimana merupakan hasil rancangan Hendrick Lucas Cardeel, arsitek Belanda
yang masuk Islam. Karena jasanya, Sultan Banten memberi gelar dengan nama
Pangeran Wiraguna. Pada masa bangunan ini digunakaan sebagai Mejlis
Pertemuan para Ulama dan Penguasa untuk melakukan pebahasan masalahmasalah
agama.
Menara merupakan penunjang Mesjid Agung Banten yang terletak di
halaman depan Masjid. Menara ini mempunyai ketinggian 23 meter1. Menurut
K.C. Crucq berpendapat bahwa menara ini sudah ada sebelum tahun 1596/1570,
beliau berkesimpulan dengan melihat seni bangunan dan hiasan yang ada, menara
tersebut didirikan pada tahun 1560-1570, semasa Sultan Maulana Yusuf
memerintah.
Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf, Mesjid Agung Banten
dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan pertemuan untuk para pedagang yang
berasal dari dalam maupun luar Banten. Dengan eksistensinya sebagai sarana dan
prasarana yang sangat diakui oleh kalangan rakyat luas, Mesjid Agung Banten
tersebut berada dalam koridor yang sangat eksis dalam hal-hal lain (berbagai hal).
Kurang lebih 1 Km sebelah selatan Masjid Agung Banten terdapat jalan Kereta
Api yang pada masa itu di gunakaan salah satu tempat (jalan) untukl berhubungan
dengan wilayah lain, jalaan Kereta Api tersebut menghubungkan antara Anyer dan
Panarukan.
Selain itu Masjid Agung Banten berdiri atas dukungan atau dorongan
masyarakat Banten yaag pada saat itu sangat membutuhkan tempat untuk
memenuhi kebutuhaan rohaniah pada khususnya. Karena dengan dorongan
tersebut, maka dibangunlah Masjid Agung Banten tersebut oleh Sultan Maulana
Yusuf pada tahun 1569 M. Makaa sejak itulah keberadaan dan proses berdirinya
Masjid Agung Banten yang sekarng berada di tengah tengah masyarakat Banten
lama. Pembangunan Masjid Agung Banten ini juga sangat berpengaruh pada saat
saat pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.
Peranan Masjid Agung Banten Pada Masa Pemerintahan Sultan Maulana
Yusuf Sebagai Pusat Kehidupan Agama di Masyarakat.
1. Peranannya Dalam Bidang Pendidikan Agama
Dalam upaya menciptakan situasi masyarakat marhamah, masjid memiliki
peranan yang sangat dominan. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang
1 TB. Ismetullah Al-Abbas, Sejarah dan Obyek Spritual Kota Baten, 1990, h. 15
27
sudah ada sejak masa Nabi. Ia mempunyai peranan penting bagi masyarakat Islam
sejak awal sampai sekarang. Tetapi yang lebih penting adalah sebagai lembaga
pendidikan. Ketika Nabi Hijrah ke Madinah, sarana yang pertama kali beliau
bangun adalah masjid.
Segala aktivitas umat Islam, baik yang berkaitan dengan pendidikan dan
sosial ekonomi, pada waktu itu terpusat di masjid. Pada saat Islam menggerakan
ekspansi wilayah keluar Madinah dan Mekah, pembangunan masjid selalu
mendapat perhatian utama bila umat Islam berhasil menguasainya2 .
Untuk mengientifikasikan masjid sebagai lembaga pendidikan, kita harus
teliti dan di tuntut memperhatikan kondisi sosio-politik Islam pada periode klasik.
Karena kedudukannya yang sentral dalam masyarakat Islam. Perkembangan
Masjid selalu berkaitan dengan perubahan setiap saat dalam masyarakat.
Sistem pengajaran pada masa itu ialah dengan menghafal matan-matan
meskipun murid murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal Matan Al
Jurumiyah, Matan Tahrib, Matan Alfiyah, Matan Bina, Matan Sullan dan lain
sebagainya.
Setelah murid-murid menghafal matan matan itu, barulah mereka
mempelajari syariatnya, serta hasiyahnya. Dengan demikian pelajaran itu
abertabah berat dan sulit untuk menghafalnya. Demikianlah system pengajaraaan
pada kesultanan Maulan Yusuf di Banten. Bahkan sampai sekarang masih ada juga
orang yang menggunakan system itu, walaupun sudah diadakan perubahan system
di sekolah-sekolah (madrasah). Sedangkan di masjid masih menurut system lama.
Dari sinilah diketahui bahwa para pengajar dalam bidang pendidikan yang di
lakukan di Mesjid Agung Banten di kenaal juga seorang Ulama yang bernama
Kiai Dukuh (Pangeran Kasunyatan).
Ulama yang terkenal dan serius mengajarkan ilmu-ilmunya adalah kiai
Dukuh (Pangeran Kasunyatan), beliau inilah yang melakukan pengajian di
lembaga pendidikan sebelum dipindahkan ke satu lembaga di Kasunyatan (tempat
penyutan dan santri) sekarang nama desa di Kecamatan Kasemen. Pendidikan
yang diajarkan adalah pendidikan ilmu fiqih dan tasawuf untuk para santrinya,
sehingga melahirkan ulama-ulama baru, santri yang paling cerdas pada waktu itu
adalah Faqih Nazmuddin, beliau ini yang akan menggantikan Kiai Dukuh. Dalam
pengajarannya Kiai Dukuh di Bantu oleh ulama dari Madinah yang bernama
Syekh Muhammad Madani Sah3.
Di Banten juga terdapat lembaga pendidikan Islam yang berada di sekitar
masjid yang dimotori oleh sultan pertama Banten. Dari masjid inilah para santri di
kader ilmu-ilmu agama, dari ulama dalam maupun ulama dari luar Banten, untuk
mencetak kader ulama yang dikirim ke penjuru wilayah kekuasaan Kesultanan
Banten, sehingga bisa menyiarkan dan dakwah Islamiyah di Banten, tidak selalu
mengambil ulama-ulama dari luar. Guru-guru di Banten yang sangat di kenal dan
sangat masyhur pada zamannya yakni Syekh Abdus Sukur Ahmad, Syekh
muhammad Madani Sah, dari Madani, Kiai Dukuh (Pangeran Kasunyatan) dan
Syakh Faqih Nazmudin.
2 Harun Asrohah, M.Ag. Sejarah Pendidikan Islam, Logos, Cet. Ke-2, 2001, Jakarta, h. 56
3Husein Djajadiningrat, Tinjaun Kritis Tentang Sejarah Banten, Djambatan, Jakarta, 1993
28
Dengan demikian Banten adalah pusat pendidikan Islam yang muncul
dengan sangat cepat dan tumbuh dengan subur, sehingga santri santrinya banyak
yang datang untuk menimba ilmu agama di Banten. Selanjutnya sistem
pendidikan pondok pesantren ternyata tidak hanya terdapat di Aceh dan Jawa
(Demak dan Cirebon), tetapi ternyata terdapat juga di Banten yang berlokasi di
Kasunyatan dengan pimpinan ulama Faqih Nazmuddin.
Dalam perkembangannya, lembaga pendidikan Islam di Banten dari
lahirnya Kesultanan Islam Banten yang digerakan oleh Sultan Maulana Hasanudin
dan dilanjutkan oleh putranya Sultan Maulana Yusuf, maupun mengembangkan
ajaran Islam ke penjuru wilayah kekuasaan Banten.
Dari perkembangan para santri yang sangat pesat untuk belajar di Masjid
Agung Banten ini, maulana Yusuf mendirikan lembaga khusus di Banten dan
mendirikan pondok pesantren untuk menampung para santri yang datang dari luar
Banten. Sebagai tempat yang paling aman dan tidak terganggu dengaan orang
orang yang akan melaksanakan ibadah, lembaga pondok pesantren ini di dirikan
di sekitar masjid Kasunyatan, dan menunjuk Kiai Dukuh untuk memimpinnya.
Pondok pesantren tersebut berlangsung sampai pada masa Sultan Ageng Tirtayasa.
Sementara Masjid Agung Banten, setelah didirikan lembaga khusus yang
berupa pondok pesantren, masjid hanya digunakan selain untuk shalat, juga untuk
sosial-politik, pengembangan wilayah dan mengatur strategi perekonomian.
Santri-santri setelah siap untuk diterjunkan ke masyarakat dan
mengabdikan dirinya sebagai guru agama, maka para santri tersebut di kampungkampung
mendirikan langgar atau mushalah sebagai tempat proses belajar
mengajar ilmu agama yang telah di dapat dari gurunya, santri inilah yang
mengembangkan sayap Islamisasi di Banten hingga ke pelosok pedesaan.
Bidang pendidikan yang diterapkan oleh Sultan Maulana Yusuf sangat
berpengaruh besar, sebab pada saat itu masyarakat Banten yang masih berada
dalam keadaan krisis ilmu pengetahuan, baik menyangkut masalah keagaman
maupun pemerintahan. Karena Masjid Agung Banten berada dalam lingkup yang
sangat strategis dan berada di tengah tengah masyarakat.
Dalam hal mengembangkan sarana pendidikan. Masjid Agung Banten
yang didirikan oleh Sultan Mulana Yusuf, telah berperan sekali dalam membina
kader-kader juru dakwah sekligus mempersiapkan calon-calon ulama yang akan
menyebarkan agama Islam di Masjid Agung Banten ini, tidak hanya penduduk asli
Banten yang ikut serta dalam pendidikan tersebut, melainkan para pelajar yang
bersal dari luar pun kut srta dalam mengkaji ilmu-ilmu pengetahun yang dijarkan
Sultan Maulana Yusuf sebagai penerus perjuangan ayahandanya. Baik dari
gologan pelajar (santri), para pedagang dan yang lainnya. Mereka sengaja datang
ke Banten untuk belajar dan mengkaji ilmu-ilmu agama untuk dapat memperluas
pengetahuannya dalam bidang pengetuan agama maupun umum.
Dengan demikian, Masjid Agung Banten yang merupakan masjid utama
Kerajaan Banten, secara otomatis selalu ramai didatangi oleh para pelajar muslim
asing yang singgah di Bandar Banten. Mereka berkunjung ke Masjid Agung
Banten, dan para Pembesar Kerajaan. Dalam kesempatan demikian Sultan
Maulana Yusuf sering mengajak para ulana dan masyaakat muslim untuk terus
mengembangkan sistem pendidikan kepada penduduk yang masih kurang ilmu
29
pengetahuan dan yang masih belum mengetahui sama sekali tentang pentingnya
pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Peranannya Dalam Bidang Sosial
Secara garis besar telah disimpulkan bahwa masjid merupakan pusat
hubungan ketiga muslim (masyarakat), sebagai efek dari kedua dan pertama.
Sekali tiap lima jam pribadi-pribadi islam bertemu di masjid, bersama-sama
mereka menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap, gerak, ucapan, alam
fikiran dan perasaan yang sama, seiman mereka mengajarkan pandangan dan
sikap yang sama. Sama syari’ah yang mereka jalankaan, dengan maaksud yang
sama daan tujuan yang sama, ibadah yang sama membentuk sikap dan
pandangaan hidup yang sama pula, yakni takwa4. Mereka berkenalan di masjid
dan bermusyawarah, bertanya tentang sakit senang masing-masing. Pertemuan
yang berkala itu membutuhkan ikatan bathin. Masjid menjalin ikatan
Gemeinschalft antara jama’ah masjid, kang diistilahkan oleh Islam dengan
Ukhuwah Islamiah.
Di atas Masyarakat Islam yang di bina oleh masjid itu di tegakkan negara,
yang yang rakyatnya terdiri dari himpunan Gemeinschalf jama’ah masjid.
Dengan organisasi negara mungkinlah di capai “Baldatun Tayyibatun Warobbun
Gafur”, negara yang sejahtera yang diampuni Tuhan. Dengan negara inilah
kejayaan dapat dicapai.
Karena masjid membentuk kesatuan-kesatuan sosial, jadilh ia pusat dari
kesatuan sosial. Dengan demikian masing-masing kesatuan sosial muslim
mengambil masjid sebagai pusatnya. Kesatuan sosial kerja mempunyai masjid
lingkaran kerja, kesatuan sosial desa dengan masjid desanya, dan lain sebagainya.
Maka dimana muslim berada, disitu ada masjid. Masjid jadi pertanda adanya
kesatuan sosial muslim disekitarnya.
Apa makna masjid dipergunakan sebagai lembaga musyawarah supaya
dalam pembicaraan orang selalu dituntun oleh takwa. Masjid sebagai pusat ibadah
merupakan pula pusat penumpukan takwa. Dalam mengambil keputusankeputusan
orang selalu dipengaruhi oleh keadaan, kondisi, suasansa, demi menuju
kesejahteraan masyarakat. Maka baik dalam pembicaraan atau dalam mengambil
keputusan, masjid selalu mengingatkan kepada cara berfikir ini. Apabila
musywarah dilakukan diluar masjid, keadaan tempat atau pengaruh suasana akan
menyimpangkan cara berfikir itu kepada yang bertentangan, sekurang-kurangnya
menyimpang dari Islam.
Salah satu dari peran sosial masjd ternyata pula dalam hadis yang
menceritakan bahwa seorang budak wanita yang telah di merdekakan, telah
membuat kemahnya di masjid, di sana ia tinggal. Tentu budak itu setelah
dibebaskan dalam keadaan ketidaan tempat tinggal, seperti yang telah dikatakan
di atas, bahwa dalam tiap hal yang penting fikiran orang diarahkan ke masjid.
Demikian pula budak wanita tersebut. Dalam kebingungan ketiadaan rumah,
masjid melakukan peran sosialnya menyediakan tempat tinggal sementara
baginya. Demikianlah kita lihat musafir yang mencari masjid, apabila malam telah
didiambang pintu.
4 Husein Djajaningrat, Tinjaun Kritis Tentang Sejarah Banten, Djambatan, Jakarta, 1993,
30
Demikianlah kesatuan sosial masing-masing masjid itu berbeda, membawa
bersamanya perbedaan kebudayaan, tetapi selama masjid tetap merupakan pusat
kehidupan masyarakat, selama itu pula dalam setiap perbedaan kebudayaan dari
kesatuan sosial muslim terdapat asas dan prinsip yang menggolongkan masingmasing
–masing kebudayaan itu ke dalam kebudayaan berpredikat Islam.
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya ilmu sosial yang mempunyai
obyeknya adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan
proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Ilmu sosial juga
berusaha mencari unsur-unsur persamaan di bidang aneka warna beribu-ribu
masyarakat dan kebudayaan manusia di muka bumi ini, dengan tujuan untuk
mencapai pengertian azas hidup masyarakat dan kebudayaan manusia pada
umumnya.
Peranan masjid dalam bidang sosial mermpunyai aspek Ijtima'iyyah
(kegiatan). Di antara lembaga masjid yang mengejewantahkan aspek kegiatan
masjid itu adalah lembaga dakwah dan bakti sosial, lembaga manajemen dan
dana, serta lembaga pengelolaan jama'ah. Kesemuanya ini pasti menyangkut
kepada masyarakat dan kebudayaan. Umpamanya, lembaga dakwah dan lembaga
sosial, pasti dimiliki oleh semua masjid. Kegiatan dakwah bisa dilihat dari
berbagai bentuk pengajian atau tabligh, diskusi, silaturahmi, dan lain-lain. Adapun
kegiatan bakti sosial terwujud dalam bentuk penyantunan anak yatim, khitanan
massal, zakat fitrah, pemotongan hewan qurban dan lain-lain. Kesemuanya juga
harus adanya kerja sama dengan masyarakat atau orang lain.
Oleh karena itu, pengelolaan masjid dan sasaran masjid harus berfokus
pada karakteristik masyarakat Islam. Masjid harus terbaik, mampu menumbuh
kembangkan sistem masyarakat Islam, sehingga dapat membuktikan ciri, peran
dan hakekat tujuan masyarakat Islam itu sendiri. Di pandang dari sudut ke-
Islaman, memang benar bahwa peran Masjid Agung Banten dalam bidang sosial
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan masyarakat Banten
pada masa Sultan Maulana Yusuf memerintah, yang tadinya masyarakat masih
banyak yang memeluk agama Budha, semenjak berperannya Masjid Agung
Banten dalam bidang sosial, maka lambat laun masyarakat tersebut memeluk
agama Islam.
Masjid merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan
masyarakat Islam. Karena masyarakat muslim tidak akan terebntuk secara kokoh
dan rapih kecuali dengan adanya komitment terhadap sistem, aqidah dan tatanan
Islam. Dan hal itu tidak akan dapat ditumbuhkan kecuali dengan semangat masjid.
Masjid Agung Banten pun memiliki peran dan fungsi yang sama dengan
masjid-masjid lain di dunia. Masjid Agung Banten sebagai masjid yang perannya
sangat diakui sekali dalam bidang sosial, masjid ini pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Yusuf dikalangan dan sekitar kompleks Masjid Agung Banten
sudah terlihat jelas, bahwa kegiatan masyarakat Banten pada masa Pemerintahan
Sultan Maulana Yusuf sudah mengenal arti gotong royong dan kerjasama, dan
mereka juga sudah mengetahui apa pentingnya hidup bersosialisasi kepada orang
lain yang akan membawa kepada keuntungan kepada tiap individu masingmasing.
31
Mereka yang saat itu mengetahui dengan jels peran Masjid Agung Banten
sebagai sarana pembinaan masyarakat untuk mencapai kesejaheratan rakyat
melalui hubungan atau interaksi antar sesama sudah sering melakukan kerja sama
dalam bidang-bidang lainnya, seperti : melakukan jual-beli, berdagang dengan
mebawa barang dagannya ke kota kain, dan lain sebagainya. Ini terlihat semakin
berkembang dan majunya bidang sosial yang telah ditanamkan pada pemerintahan
Sultan Maulana Yusuf di Masjid Agung Banten.
Dalam tatanan pembangunan dalam bidang sosial, Masjid Agung Banten
adalah salah satu bentuk masjid yang tatanan sosialnya lebih tinggi, ini terlihat
dari bentuk dan pola arsitekturnya yang menggambarkan kerukunan antar sesama,
agar dapat mengokohkan kesatuan dan persatuan umat. Karena ini sesuai dengan
cita-cita awal dari Sultan Maulana Hasanuddin yang selalu ingin
mensejahterahkan rakyatnya, dan kemudian perjalanan selanjutnya diteruskan
oleh anaknya yaitu Sultan Maulana Yusuf.
Dari pola arsitekturnya yang selalu mengingatkan masyarakat kepada
kepatuhan kita kepada Sang Pencipta, maka Sultan Maulana Yusuf pada saat itu
memerintah sudah mempunyai cita-cita luhur meneruskan perjuangan
ayahandanya untuk menyebarkan Islam keseluruh wilayah Banten, dengan cara
yang demikian Sultan Maulana Yusuf melakukan penyebaran Islam ke seluruh
Banten. Karena, jika masyarakat tersebut sudah mengetahui pentingnya hidup
bersosialisasi akan lebih mudah penyebaran Islam terealisasi.
Semenjak awal berdirinya Kesultanan Banten dalam membangun
masyarakat nampaknya tidak pernah pantang surut dalam perjuangan. Unsur
inilah yang telah tertanam dalam jiwa msyarakat Banten tersebut yang paham dan
mengerti apa arti pentingnya mengadakan hubungan dengan masyarakat lain di
sektiarnya.
Selama sistem sosial yang dijalankan oleh Sultan Maulana Yusuf, maka
peran Masjid Agung Banten sangat tidak mungkin mengalami desintegrasi
masyarakat Banten pada khususnya. Lebih dari itu semua, peran Masjid Agung
Banten dalam bidang sosial kebanyakan membina masyarakat agar selalu hidup
bergorong riyong dan saling membantu antar sesama. Semenjak itulah peran
Masjid Agung Banten sebagai pemersatu umat.
Peranan Masjid Agung Banten pada masa pemerintahan Sultan Maulana
Yusuf masih bersfiat tradisional. Golongan masyarakat yang ada dalam struktur
sosial seperti itu disebut golongan masyarakat pra-industri. Diferensiasi dan
stratifikasi sosial dalam masyarakat tradisional jauh lebih sederhana daripada
masyarakat industri. Lain daripada itu, peranan dalam bidang sosial yang
menyertainya jelas merupakan suatu fenomena kultural, karena itu harus diingat
dari status yang ada sekarang ini. Karena ini semua menyangkut masalah lapisan
masyarakat yang ada pada masa itu masih beragam Hindhu dan juga beragama
budha, maka peran Masjid Agung Banten pun harus menyeimbangkan dengan
keadaan masyarakat setempat, misalnya berdasarkan bidang politik, sekonomi,
pendidikan dan bidang-bidang lainnya.
Suatu contoh dalam politk, Raja atau Sultan dapat digolongkan dalam
status sosial pemegang kekuasaan tertinggi diantara golongan tersebut, Sultan
termasuk dalam golongan yang ekonominya tinggi, karena secara langsung
32
maupun secara tidak langsung Raja atau Sultan menentukan nasib perekonomian
dan perdagangan dengan segala peraturannya, dari bidang pendidikan, seorang
Sultan atau ulama memegang peranannya dalam pendidikan. Biasanya masjid
yang perannya mengatur dan menentukan status orang yang digolongkan atas
derajatnya, itu dibicarakan dalam acara resmi, yang nantinya akan terwujud
sebuah kepemimpinan yang dapat kebaikan kepada umat.
Masjid membentuk kesatuan-kesatuan sosial, maka jadilah ia sebagai
pusat sosial. Orang-orang datang ke masjid di samping untuk beribadah (terutama
shalat), juga untuk perkara-perkara yang menyangkut ke masyarakatan. Mereka
datang untuk musyawarah bagi kemaslahatan masyarakat. Begitu pula Masjid
Agung Banten mempunyai peran dalam bidang sosial yaitu dijadikan sebagai
lembaga musyawarah kalau ada sesuatu yang penting menyangkut kemaslahatan
masyarakat Banten, dengan demikian orang-orang di minta datang ke masjid. Di
Masjid Agung Banten juga tersedia Pewadonan (tempat sholat wanita). Pada masa
Sultan Maulana Yusuf, wanita mempunyai kedudukan dan tempat dalam masjid.
Kedudukan dan tempatnya di pusat kehidupan sosial menentukan kedudukan dan
tempatnya dalam masyarakat.
Masjid juga mempunyai peran sosial. Musafir yang kemalaman mencari
masjid utnuk tempat bermalam, sejarah masjid memberitakan, wakaf sebagai
lembaga sosial banyak di bawahi oleh masjid, secara serba tetap untuk keperluan
agama, pribadi dan sosial. Masjid Agung Banten dalam bidang sosial pun sangat
berperan sekali, bahwa pada pada pemerintahan Sultan Maulana Ysuf, Masjid
Agung Banten sudah bergerak dalam bidang sosial, hal ini terlihat jelas dengan
banyaknya para pedagang-pedagang asing yang singgah di Banten dan bermalam
di masjid tersebut, karena letaknya yang strategis mudah di jangkau oleh orangorang
yang akan melaksanakan ibadah maghdoh juga ghairu maghdoh.
3. Peranannya Dalam Bidang Politik
Di dalam struktur negara tradisional, kekuasaan Sultanlah yang
mempunyai preogratif, baik dalam urusan politik maupun dalam urusan agama.
Langsung di bawah Sultan adalah anggota keluarga Sultan dan anggota-anggota
kaum bangsawan lainnya. Dalam hal ini Sultan Maulana Yusuf menitik beratkan
peranan Masjid Agung Banten sebagai salah satu pertahanan politik dan tempat
pengawasan atas pedagang-pedagang yang bersal dari luar negeri di kota Banten.
Sebagaimana masjid-masjid lainnya, peranan Masjid Agung Banten sangat
diakui dalam hal pembicaraan politik, karena pada saat itu sistem pertahanan
ditemptkan di masjid. Dengan alasan, bahwa setiap melakukan aktivitas baik yang
menyangkut masalah keagamaan, ekonomi, sosial dan lain-lainnya tidak diketahui
oleh penjajah.
Dilihat dari kondisi geografis, kota Banten beradadi kota pusat
KerajaanMaritim, maka lebih ditik beratkan kehidupannya pada bidang
perdagangan, yaitu suatu ciri yang erat hubungannya dengan kenyataan bahwa
para pedagang lebih sesui hidup dalam masyarakat kota bercorak maritim. Dan
kekuatannya lebih dititik beratkan pada angkatan laut, suatu ciri penting pula dan
erat kaitannya dengan suasana politik serta perluasannya.
Dalam bidang politik telah dicontohkan oleh Rasulullah. Peran Nabi
sebagai pengatur sosial ekonomi masyarakat merupakan tugas politik, dan
33
masalah-masalah amsyarakat dipecahkan di masjid. Konsepsi Islam tentang
pemimpin politik ialah dia juga jadi pemimpin agama, sebagai pemimpin agama
tentu ia orang yang takwa. Dengan takwa itu politiknya akan bersih dan tegas,
tidak menyimpang dari syari’at karena itu berjaya.
Imam di dalam masjid, serempak immm pula di luarnya, berarti ini berada
dalam satu tangan. Melalui imam inilah masjid mengawal dan mengendalikan
kegiatan-kegiatan, tidakan dan kerja-kerja politik atau negara. Mimbar masjid
merupakan lembaga kekuasaan politik. Siapa yang menduduki mimbar berarti
dialah penguasa. Raja menduduki masjid di wilayahnya sebagai wakil penguasa
dunia. Dalam Islam mahkota bukan terletak di atas kepala, tetapi mimbar itulah
yang menjadi mahkota.
Dari pembahasan peran masjid dalam bidang politik, maka penulis dapat
menafsirkan bahwa, Masjid Agung Banten pada masa Sultan Maulana Yusuf
selain perannya dalam bidang pendidikan, sosil, ekonomi dan yang lainnya,
Masjid Agung Banten juga bergerak dalam bidang politik yang mana sebagai
pengatur bidang sosil ekonomi. Di dalam masjid, orang-orang di bina agar
menjadi orang yang takwa, dengan demikian peran Masjid Agung Banten sebagai
sarana pembentukan kader-kader yang berwawasan luas, harus tegas dan bersih
dalam berpolitik, harus sesuai dengan syariat Islam untuk kemajuan rakyat
Banten.
Dilihat dari bentuk bangunan yang ada pada Masjid Agung Banten,
masjid ini berada di tengah tengah kampung, berarti setiap yang di lindungi dan
dikelilingi oleh sesuatu itu mempunyai pengaruh yang sangat besar sebagaimana
Mesjid Agung Banten, masjid ini mempunyai pengruh besar, selain selain di
jadikan sebagai sarana peribadatan, Mesjid Agung Banten juga sebgai sarana dan
prasarana yang dibutuhkkan oleh setiap orang, baik domestik maupun manca
negara.
Karena Masjid Agung Banten mempunyai mimbar yang sangat berbeda
dengan masjid-masjid lain di pulau Jawa, baik dari bentuk maupun tata letaknya,
maka makna yang tersimpan pada mesjid Agung Banten ini juga mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap orang orang yang berada di sekitarnya.
Mimbar yang pada saat itu di jadikan sebagai tempat menyampaikan khutbah,
seorang khatib kepada jama’ah, mimbar tersebut hanya di duduki oleh Sultan,
maka dari itu mahkota kerajaan pada saat itu berada di Masjid Agung Banten
sebagai sarana pengatur dan penggerak politik secara tegas dan bersih, sesuai
dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits.
Dengan demikian, Masid Agung Banten sangatlah erat kaitannya dengan
kondisi mayarakat Banten yang masih takut akan kecaman-kecaman yang datang
dari penjajah yang pada saat itu berkuasa. Karena peran Masjid Agung Banten
adalah sebgai pemersatu agama, yaitu kesatuan umat manusia dibawah naungan
pemerintahan Sultan Maulana Yusuf.
Dalam mempertahankan dan memperjuangkan kota Banten Lama, Sultan
Maulana Yusuf Sebagai pengganti dari ayahnya (Sultan Maulana Hasanudin),
beliau mempungsikan Mesjid Agung Banten sebagai sarana dan prasarana umat,
baik menyangkut masalah pendidikan, politik, sosial, ekonomi, dan lain-lainya.
Dengan kata lain, beliau penerus perjuangaan peng-Islaaman di Banten. Dan pada
34
saat itu tempat untuk melakukan atau memperbincangkan masalah-masalah pada
rakyat ditempat di Masjid Agung Banten.
Jelaslah bahwa peran Masjid Agung Banten dalaam politik sudah dapat
mencetak kader-kader pejuang muslim yang sanggup dan berani memperjuangkan
tanah airnya, hal ini juga karena banyaknya ilmu pengetahuan di Masjid Agung
Banten. Di Masjid Agung Banten juga diajaarkan bagaai mana berpolitik yang
baik dan dapat menghasilkaan sesuatu dengan cara halus dan kekerasan.
Berpolitik ini sering diajarkan dengan melalui praktek langsung dihalaman depan
Masjid Agung Banten.
4. Peranannya Dalam Bidang Ekonomi
Kalau kita berbicara masalah ekonomi tidak terlepas dari pasar, karena
pasar sangatlah erat hubungannya degnan sifat dan corak kehiduan ekonomi
dalam kota itu sendiri. Kira-kira di Indonesia pada abad-abad yagn lalu dengan
kerangka patrimonial mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan tipe ekonomi pada
masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf, khususnya dalam bidang ekonomi
yang diterapkan di Masjid Agung Banten bagaimana peranan Masjid Agung
Banten dalam hal mengelola dalam bidang perekonomian. Karena, selama beliau
memerintah, langkah yang dijalankannya ialah membuat prikehiduan rakyat
Benten menjadi lebih makmur.
Selain itu beliau juga mempunyai inisiatif sendiri untuk mmerankan
Masjid Agung Banten sebagai tempat merencanakan penanaman padi di sawah
basah, agar hasilnya nanti dapat dirasakan oleh rakyat Banten. Dengan sangat
menggembirakan sekali hasil coba-coba tersebut telah membawa hasil yang
memuaskan, kemudian dari hasil itu disimpan di masjid, sebagian yang lain dijual
untuk keperluan dan perbaikan masjid.
Di Banten, dengan perekonomiannya yang terutama sekali bersifat agraris,
penduduk desa secara pukul rata adalah petani dan penanam padi, entah sebagai
pemiliki tanah atau sebagai penggarap bagi hasil. Mereka melakukan pekerjaanpekerjaan
lainnya sebagai sambilan saja, jika tidak ada pekerjaan di sawah dan di
ladang mereka masing-masing. Dari sinilah, para penduduk dapat mengumpulkan
dan mengembangkan hasil kerjanya dengan cara tradisional. Maksudnya,
sekalipun hasil dari kesemuanya itu hanya dari penghasilan yang sederhana tetapi
mereka puas dengan hasil yang demikian itu.
Sudah barang tentu, karena pada saat itu sistem pemerintahan dipusatkan
di Masjid Agung Banten, maka hasilnya pun sebagian dikumpulkan di masjid
tersebut, dari kesemuanya ini, peran Masjid Agung Banten sudah mempunyai
tahap yang sangat penting sekali dalam hal pemberdayaan masyarakat Banten.
Keganjilan menyenafaskan masjid dan ekonomi segera terasa apabila kita
memahami bahwa salah satu sifat masjid yang menojol dalam tanggapan muslim
dewasa ini umumhya adalah kesucian, sedangkan ekonomi demikian duniawinya,
sehingga kita tidak heran kalau mendengar bahwa dalam perdagangan orang
berbohong dalam persaingan orang melakukan kezaliman, dalam perburuhan
orang melakukan penindasan, dalam dunia perusahan orang melakukan intrik, dan
melakukan lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dalam
kapitalisme manusia memperalat manusia dan bangsa menjajah bangsa. Dalam
situaisi beginilah nabi berkata : "Bagian yang paling dicntai oleh Allah dari
35
sesuatu kota ialah masjid-masjid dan yang paling dibenci-Nya adalah pasarpasarnya,"
Peranan masjid dalam bidang ekonomi memang bukan dalam wujud
tindakan riil ekonomi, misalnya dalam produksi, distribusi, dan konsumsi.
Peranannya terletak dalam bidang idiil atau konsep ekonomi, misalnya hubungan
modal dan kerja majikan dan buruh, hutang piutang dan kontrak, jasa kapital dan
tenaga, pembagian kekayaan, cara berjual-beli, ukuran dan takaran kegiatan serta
bermacam-macam usaha yang lain.
Dasar dan prinsip-prisnip ekonomi telah digariskan dalam Al-Qur'an dan
Hadis. Tetapi bermacam-macam kegiatan dan wujudnya tidak terdapat di
dalamnya. Kenyataan dan wujud penghidupan selalu terus berubah, seirama
dengan perubahan kebudayaan, karena bidang ekonomi itu adalah bidang utama
kebudayaan. Sebab itu wujud dan kenyataan ekonomi selalu berubah dari zaman
ke zaman dan dapat berbeda dari ruang ke ruang.
Dalam masyarakat lama dan terbelakang kehidupan ekonomi itu berpusat
di pasar-pasar, tempat bertemunya produsen, distributor dan konsumen, ramailah
dilakukan jual-beli. Supaya dalam jual-beli itu orang mengusahakan keuntungan
dengan jalan halal, jadi berpokok pada takwa, maka didirikanlah masjid yang
tidak jauh dari pasar. Pasar dan masjid berpandang-pandangan. Semua orang yang
berusaha, dalam melakukan kegiatannya ia terpandang kepada masjid, yang
mengingatkan takwa kepada mereka, sebagai awal dari amalan. Bila datang waktu
shalat, mereka meninggalkan jual-beli untuk berhubungan dengan Tuhan
menyegarkan takwa dalam diri.
Selalu mereka diuji, apakah mereka lebih mementingkan pasar daripada
masjid. Mereka lalu diingatkan akan hadis, bahwa Tuhan mencintai masjid dan
membenci pasar. Apabila muslim itu memberikan makna bahwa masjid telah
kehilangan fungsi dan peranannya dalam kehidupan ekonomi maka berakhirlah
kontrol dan tuntunan masjid dalam kegiatan masyarakat muslim.
Karena itu masjid tetap memainkan perannya dalam kehidupan ekonomi,
dengan terwujudnya peranan masjid dalam bidang ekonomi, maka pernyataan dan
wujud kehidupannya dapat berubah-ubah dan beragam sekali tetapi selama masjid
memainkan peranannya, selama itu pula ia luangkan asas dan prinsip-ptinsip itu
kepada Islam.
Peran masjid dalam bidang ekonomi, ekonomi yang dimaksud dalam hal
ini bukan praktek tetapi ide ekonomi. Yang di bina dan dipelihara oleh masjid
ialah pola cita dan konsep-konsep ekonomi, melalui khotbah Jum'at, tabligh,
musayawarah, penerangan, dan penghayatan, masjid memberi petunjuk kepada
masyarakat supaya mengasakan kehidupan dan praktek ekonomi pada Al-Qur'an
dan Al-Hadits, yang di ulas dan di tafsirkan oleh ijtihad. Segi-segi ekonomi itu
misalnya : hubungan modal dan kerja, hutang piutang, makna riba dalam tingkattingkat
dan bentuk-bentuk ekonomi.
Dengan dijalinnya Ukhuwah Islamiyah antara jama'ah ekonomi masjid,
masing-masing membersihkan niat mereka, sebab seorang saudar tidak akan
merugikan saudranya, bahkan berusaha supaya sama-sama senang.
Sebagaimana Masjid Agung Banten pada masa pemerintahan Sultan
Maulana Yusuf, telah menjalankan perannya dalam bidang ekonomi dengan
36
sangat baik. Karena dengan adanya Masjid Agung Banten, para pedagang baik
yang berasal dari dalam maupun luar Banten, memahami dengan benar arti masjid
dan kaitannya dengan ekonomi. Setiap pedagang yang ingin melakukan penipuan,
pengurangan dan lain sebagainya yang akan merugikan konsumen, mereka
terpandang oleh takwa, karena dihadapan mereka adalah masjid, oleh karenanya
Masjid Agung Banten yang oleh Sultan Maulana Yusuf dijadikan sebagai pusat
peribadatan umat Islam, selalu menyampaikan dalam tiap khutbahnya, agar di
antara sesama umat Islam tidak saling merugikan, dengan kata lain masjid dengan
ekonomi adalah salah satu pendukung terjalinnya ukhuwah islmiyah di antara
sesama.
Dengan jelasnya peran Masjid Agung Banten dalam bidang ekonomi yaitu
satu sama lain memberikan ide ekonominya untuk memperbaiki perekonomian ke
arah yang lebih maju lagi. Konsep ini berlaku sampai kepada ekonomi dunia,
karena para pedagang-pedagang asing yang datang ke Banten untuk berdagang
selalu diingatkan oleh prinsip ekonomi yang dijalankan di Banten, sebagai salah
satu pusat perekonomian yang pada saat itu berkembang.
Demikianlah hubungan masjid dengan kehidupan ekonomi, ia adalah pusat
dari Addin, bukan hanya pusat dari agama saja. Ekonomi adalah bagian dari
Islam, jelasnya bagian dari kebudayaan sekalipun ekonomi bersifat duniawi,
kehidupan ekonomi muslim bertaut dengan masjid.
37
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abbas, Ismet TB. H. Drs. Sekilas Tentang Sejarah Kesultanan Banten,
Jakarta: PT. Sumber Makmur, 2000.
Al-Qardhawi, Yusuf Dr., Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta: Gema Insani
Press Andalan, 2000.
Ambary, Hasan Muarif dkk, Tinjauan Tentang Penelitian Perkotaaan Banten
Lama, PIA 1977, Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Sejrah,
1980.
As-Shiddiqi, hasbi T.M. Dr., Al-Qur'an dan Terjemahannya, PT. Tanjung Mas
Inti, Semarang, 1992.
Ayub, E. Moh Drs. Dkk, Manajemen Masjid, Andalan, Jakarta: Gema Insani
Press, 1996.
Bahriesj, Huesin., Kamus Hadist Shaheh Bukhari-Muslim, Surabaya: Galundi
Jaya, 1990.
Bayrakli, Byraktar Dr. Prof., Eksistensi Manusia, Perenial Perss, 1999
Daudy, Ahmad Dr, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1989.
Djajadiningrat, Husein, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Djambatan,
1983.
Djazimi, H. A Drs., Laporan Hasil Penelitian Individual, Serang: STAIN
"SMHB", 1999.
Elba, Mundzirin Yusuf, Masjid Tradisional di Jawa, Yogyakarta: Nur Chaya,
1983.
Faridl Miftah, Masjid, Bandung: Pustaka, 1983.
Gazalbah, Sidi, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1973.
Harun, Yahya Drs., Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI & XVII, Jakarta:
Kurnia Kalam Sejahtera.
Harahap, Syafri Soyfan MSAC., Manajemen Masjid, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima, 1996.
Hasmy, A Prof., Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, PT.
Al-Ma'arif, Percetakan Offset.
Ismail, A. Muhammad, Banten Penunjuk Jalan dan Keterangan Bekas
Kesultanan Banten, Saudara-Serang, 1956.
Kartodijo, Sartono Dr. Prof., Pemberontakan Petani Banten 1888, Jakarta: PT.
Dunia Pustaka Jaya, 1984.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990.
Kuntowijaya, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT. Tiara Wicana Yogya, 1992.
Lioyd, Christoper, Teori Sosial dan Praktek Politik, Jakarta: CV. Rajawali, 1986.
Nasution, harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspekenya, Jakarta: Universitas
Indonesia, 1985.
Michrob, Halwany Drs., Catatan Masa Lalu Banten, Serang, Saudara, 1993.
38
Soekanto, Soerjono, SosiologiSuatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Pesada, 1990.
Stenbrink, A. Karel Dr., Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia, Jakarta:
Bulan Bintang.
Tjandrasasmita, Uka dkk, Mengenal Peninggalan Sejarh dan Purbakala Kota
Banten Lamai, Jakarta: Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala, 1987.
Wiryoprawiro, M. Zein, Ir., Perkembangan Arsitekrut Masjid di Jawa Timur,
Surabaya, PT. Bina Ilmu Surabaya, 19986.
Zein, Abd Baqir, Masjid-msajid Bersejarah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani
Press, 1999.
Musyarifah Sunanto Dr. Prof., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005
Gazalda Sidi Drs., Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1994.
39

Semoga bermanfaat Posted By Febri irawanto

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Blog Pinger Free