PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK
LATAR BELAKANG
Tanah sangat penting artinya bagi usaha pertanian karena kehidupan dan
perkembangan tumbuh-tumbuhan dan segala makhluk hidup di dunia sangat
memerlukan tanah. Akan tetapi arti yang penting ini kadang-kadang diabaikan
oleh manusia, sehingga tanah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Tanah
menjadi gersang dan dapat menimbulkan berbagai bencana, sehingga tidak lagi
menjadi sumber dari segala kehidupan.
Manusia sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di dunia dituntut agar
dapat melestarikan “arti penting” tanah bagi segala kehidupan di dunia. Artinya
manusia tidak sepantasnya hanya mengeruk keuntungan yang terdapat dalam tanah,
melainkan mempunyai kewajiban untuk memelihara tanah tersebut, agar tanah tetap
dapat berfungsi memberikan atau menyediakan sumber kehidupan bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya yang tumbuh dan berkembang di dunia.
Bagi usaha pertanian tanah mempunyai arti
yang penting selain iklim dan air. Segala tumbuh-tumbuhan dan hasil-hasilnya
yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia
sepanjang masa akan sangat tergantung kepada keadaan tanah. Padahal di lain
pihak juga diketahui bahwa usaha pertanian menginginkan hasil yang
sebanyak-banyaknya, sehingga kemudian dicari cara untuk memanfaatkan potensi
tanah pertanian seoptimal mungkin melalui berbagai penelitian dan percobaan.
Salah satu hasil pemikiran mengenai
peningkatan kemampuan tanah adalah revolusi hijau yang dikembangkan di
Indonesia pada awal 1970-an atau tepatnya pada tahun 1968 dengan dikenal dengan
program BIMAS yang telah mampu mengubah sikap petani dari anti teknologi
menjadi sikap mau memanfaatkan teknologi pertanian modern, seperti pupuk kimia,
obat-obatan perlindungan dari hama dan bibit unggul. Pada dasarnya penggunaan
teknologi tersebut ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tanah.
Dalam kenyataannya, memang revolusi hijau
tersebut telah mampu mencapai tujuan makronya yaitu peningkatan produktivitas,
khususnya pada sub sektor pangan. Akan tetapi pada tingkat mikro, revolusi
hijau tersebut telah menimbulkan dampak negatif pada kondisi tanah itu sendiri
yaitu adanya gangguan keseimbangan unsur hara dalam tanah, bagi kesehatan
manusia kandungan residu pestisida dalam produk pangan yang menggunakan pupuk
kimia membahayakan tubuh manusia, di samping itu menurut Soetrisno (1998)
masalah yang sangat penting yaitu uniformitas bibit.
Dari berbagai akibat penggunaan pupuk kimia
tersebut masalah yang timbul antara lain : 1) Tanaman menjadi sangat rawan
terhadap hama, meskipun produktivitasnya tinggi namun tidak memiliki ketahanan
terhadap hama, 2) Pembodohan terhadap petani yang diindikasikan dengan
hilangnya pengetahuan lokal dalam mengelola lahan pertanian dan ketergantungan
petani terhadap paket teknologi pertanian produk industri.
Ketergantungan petani terhadap produk
industri tersebut menjadikan sarana dan prasarana produksi pertanian menjadi
rawan terhadap permainan harga oleh produsen maupun kondisi eksternal lain.
Sebagai contoh pada saat krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada
tahun 1997, maka dengan rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar,
mengakibatkan sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida harganya naik
antara 200 – 400% sehingga pemakaian pupuk menurun yang mengakibatkan
produktivitas pertanian menurun.
Memasuki
era pasar bebas dengan diberlakukannya standar tertentu dalam setiap produk
termasuk produk pertanian, pemberlakukan standard ISO dan Eco-Labelling
yang mensyaratkan produksi yang ramah lingkungan, maka sektor pertanian
memperoleh tantangan baru dan membutuhkan permikiran yang serius bagi ahli
pertanian dan ahli yang terkait agar tetap mampu bersaing di dunia
internasional. Penggunaan bahan organik yang recycleable dan ramah
lingkungan dalam produksi pertanian agar diupayakan untuk tetap mempertahankan
produktivitas lahan.
Berkaitan
dengan hal tersebut, Wijaya (2002) mengungkapkan bahwa hampir 90% produk-produk
pertanian di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan anorganik seperti
pupuk kimia dan pestisida, sehingga besar kemungkinan produk pertanian
Indonesia tidak memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar
internasional. Kurangnya minat pasar internasional terhadap produk pertanian
dalam negeri tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran mengenai
kesehatan makanan, padahal dengan penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian
dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan
kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasar
internasional perlu diupayakan pemenuhan terhadap minat konsumen yang
membutuhkan konsumsi pangan bebas bahan anorganik. Untuk itu perlu
segera digalakkan produk-produk pertanian organik di Indonesia dengan cara
meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik
sebagai sarana produksinya yang didukung dengan keanekaragaman hayati terutama
bibit dan pestisida organik.
Pupuk
organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah
dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami (Musnamar, 2003). Dapat
dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting
dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dalam arti produk
pertanian yang dihasilkan imbah yang merupakan sisa pembuangan dari suatu
proses kegiatan manusia dapat berbentuk padat, cair dan gas, dari segi estetika
sangat kotor, tidak enak dipandang dan juga dari segi bau sangat mengganggu.
Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung limbah menimbulkan
ketidaknyamanan di sekitarnya sebab pembuangan limbah ke lingkungan umumnya
tidak diikuti dengan upaya pengelolaan maksimal, karena selalu dikaitkan dengan
teknologi dan pengelolaan yang relatif mahal.
Limbah yang dibuang terus-menerus
tanpa ada pengelolaan yang maksimal dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
lingkungan. Oleh karenanya, orang cenderung mengatakan telah terjadi
pencemaran, yaitu suatu keadaan di mana zat atau energi diintroduksikan
ke dalam lingkungan oleh suatu kegiatan manusia atau oleh proses alam dalam
konsentrasi sedemikian rupa sehingga menyebabkan lingkungan tidak berfungsi
seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan hayati
(Danusaputro, 1978).
Menurut Holdgate (1979) pencemaran
lingkungan adalah dimasukkannya energi atau substansi ke dalam lingkungan oleh
kegiatan manusia, sehingga mengganggu ekosistem kehidupan, merusak struktur
lingkungan, dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dix
(1981), menjelaskan pencemaran sebagai suatu peristiwa perubahan lingkungan
yang menyangkut pola energi dan sumber daya misalnya air, tanah, dan udara,
sehingga menjadi kurang atau tidak berfungsi sama sekali sebagaimana mestinya
bagi kepentingan makhluk hidup. Penyebabnya adalah manusia atau peristiwa alam
itu sendiri.
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa pada umumnya limbah menimbulkan
pencemaran. Oleh karena itulah penggunaan limbah yang berupa feses dan urine
sapi perah sebagai bahan dasar pupuk organik merupakan nilai tambah bagi
petani, karena dengan penanganan tertentu maka limbah yang tadinya dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan, sekarang malah dapat dijadikan bahan dasar
sebagai pembuatan pupuk cair, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan
petani.
Penggunaan feses sapi perah untuk
pupuk telah digunakan sejak lama, namun untuk urine belum banyak dimanfaatkan.
Salah satu dusun yang telah memanfaatkan limbah urine sapi perah sebagai bahan
dasar pupuk organik cair adalah Dusun Ngandong Desa Girikerto yang terletak di
Kecamatan Turi Sleman Yogyakarta. Populasi ternak sapi perah di Dusun Ngandong
berjumlah 100 ekor yang mampu menghasilkan kurang lebih 1500 hingga 2000 liter
urine setiap harinya. Jumlah yang demikian besar merupakan potensi tersendiri
apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik cair. Dimana
limbah tersebut apabila tidak ditangani dengan baik dan hanya dibuang akan
sangat mengganggu dan mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.
Hasil
wawancara pendahuluan dengan petani ternak yang melakukan pembuatan pupuk
organik cair thilurine tersebut memberikan informasi awal bahwa urine sapi yang
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik cair thilurine dilakukan
dengan pemberian bahan campuran tertentu untuk meningkatkan kandungan unsur
hara seperti N, P, K dan total koloni bakteri. Bahan campuran tersebut adalah
kotoran kambing, kotoran kelelawar, bakteri rumen dan media pengembangbiakannya
(terdiri dari katul, tetes tebu dan susu segar), akar bambu, pisang
ambon/klutuk, dan trasi susu segar.
Pemanfaatan
Limbah Ternak
Berbagai manfaat
dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui
(renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat
padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient
(zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN),
vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified
subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak,
pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).
A. Limbah Ternak Sebagai Bahan Pakan dan Media
Tumbuh
Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak
BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan
sekitar 46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses
mengandung 77 zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk
ternak. Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak
memerlukan pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak
diteliti sebagai bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang
difermentasi secara anaerob (Prior et al., 1986).
Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti
menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah bahan
organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah organik
pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).
B. Limbah Ternak Sebagai Penghasil Gasbio
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan
menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk
pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai
bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak
ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang
menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk
mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi.
Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai
kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa,
10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio
C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986).
Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan
hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan
adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989).
Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3,
untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Menurut
Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk
memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga yang
berjumlah lima orang per hari.
Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran hewan
(manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti kerbau,
sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil gasbio
dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1980).
Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan
campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gas dalam gasbio
(%) antara kotoran sapi dan campuran
kotoran ternak dengan sisa pertanian.
Jenis gas
|
Kotoran sapi
|
Campuran
kotoran ternak dan sisa pertanian
|
Metan (CH4)
Karbondioksida
(CO2)
Nitrogen (N2)
Karbonmonoksida
(CO)
Oksigen (O2)
Propen (C3H8)
Hidrogen
sulfida (H2S)
Nilai kalor (kkal/m3)
|
65.7
27.0
2.3
0.0
0.1
0.7
tidak terukur
6513
|
54-70
45-27
0.5-3.0
0.1
6.0
-
sedikit sekali
4800-6700
|
Sumber : Harahap et al. (1978).
Pembentukan
gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap,
yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada
tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur
bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen
monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi
bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula
sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format,
laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan
amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas
metan.
Sedangkan bakteri-bakteri anaerob yang berperan
dalam ketiga fase di atas terdiri dari :
1. Bakteri pembentuk asam
(Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menjadi senyawa yang lebih
sederhana, yaitu berupa asam organik, CO2, H2, H2S.
2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang
merubah asam organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi
asetat dan hidrogen. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam
merubah asam-asam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida.
Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan
Methanosarcina.
C. Limbah
Ternak Sebagai Pupuk Organik
Di negara China tidak jarang dapat dilihat pembuangan limbah peternakan
disatukan penampungannya dengan limbah manusia, untuk kemudian dijadikan pupuk
organik tanaman hortikultura. Selain itu ada juga yang mencampurnya
dengan lumpur selokan, untuk kemudian digunakan sebagai pupuk. Sebanyak
8-10 kg tinja yang dihasilkan oleh seekor sapi per hari dapat menghasilkan
pupuk organik atau kompos 4-5 kg per
hari mengungkapkan bahwa
produksi kokon tertinggi diperoleh dari pemanfaatan 50 % limbah feces sapi yang
dicampur dengan 50% limbah organik rumah tangga, yang bermanfaat untuk
dijadikan pupuk organik.
D. Manfaat Limbah Ternak Lainnya
Di India dengan adanya tinja sapi sebanyak 5 kg perekor dan kerbau 15 kg
perekor, oleh pemerintah India disarankan untuk dihasilkannya dung cake
(briket) secara massal sebagai sumber energi (Jha, 2002). Dilaporkan dari
percobaan Basak and Lee (2001) bahwa tinja sapi yang segar pada perbandingan
1:2 mampu mengendalikan (100%) patogen cendawan akar mentimun (Cucumis
sativus L.) dari serangan root rot oleh Fusarium solani f.sp. cucurbitae
Synder and Hansen, dan layu oleh Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum
Owen. Tinja sapi kemungkinan
memiliki mekanisme pertahanan dan memberikan perlindungan pada bagian leher
tanaman.
E.
Sebagai bahan
pembuatan biorang
Penggunaan kotoran ternak sebagai bahan pembuatan biorang tidak saja
sebagai merupakan cara pemanfaatan energi yang lebih baik tetapi juga dapat
mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak.
Pembuatan biorang berbeda dengan pembuatan biogas. Dimana pembuatan biorang
dilakukan dengan merobah kotoran ternak dalam bentuk briket dengan menggunakan
alat cetak. Briket yang sudah terbentuk dikeringkan dengan sinar matahari.
Setelah kering, briket tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas. Alat pemanas
diletakkan diatas kompor atau tungku. Setelah briket berubah jadi arang yang
ditandai dengan habisnya asap yang keluar pada tempat pemanas. Lalu alat
pemanas di buka dan briket yang masih membara disemprot dengan air.
Briket yang sudah jadi arang ini dapat dipakai sebagai bahan bakar untuk
memasak atau
kebutuhan rumah tangga. Kelebihan biorang dari arang kayu biasa adalah :
(1) Dapat
menghasilkan panas pembakaran yang tinggi,
(2) Asap yang
dihasilkan sedikit,
(3) Bentuknya lebih
seragam karena pembuatannya dengan dicetakkan mempergunakan alat, (4) Tampilan
arangnya lebih menarik,
(5) Pembuatan bahan baku
dari bahan yang tidak menimbulkan masalah dan dapat mengurangi pencernaan
lingkungan,
(6) Kedua jenis
bahan bakar ini yaitu bio gas dan biorang pada kondisi tertentu dapat menggantikan
fungsi minyak tanah dan kayu sebagai sumber energi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Penulis,
Peneliti BPTP-Sumbar
Kesimpulan
- Ekskreta ternak ruminansia berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, ekskreta masih dapat dimanfaatkan lagi sebagai bahan pakan, pupuk organik, gas bio, dan briket energi.
- Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan (air, tanah, udara).
Semoga bermanfaat dan salam hangat bagi sobat blogger
Posted by Febri Irawanto
1 komentar:
I will bookmark this site and take the feeds also…I’m happy to locate so much useful information right here within the article. Celebrity net worth is a celebrity finance outlet that offers a comprehensive database of celebrity net worth's in the world.
Posting Komentar