UNDANG – UNDANG HAK
CIPTA DAN ETIKA BERINTERNET
3.2 Mengidentifikasi
Aspek Kode Etik dan HAKI Bidang TIK
Dalam bidang
TIK(Teknologi Informasi dan Komunikasi) para peserta diklat diharapkan
mengetahui etika dalam melakukan setiap pekerjaan. Etika profesi berhubungan
dengan memahami dan menghormati budaya kerja yang ada, memahami profesi dan
jabatan, memahami peraturan perusahaan, dan memahami hukum. Salah satu etika
profesi yang juga harus mereka pahami adalah kode etik dalam bidang TIK dimana
mereka harus mampu memilah sebuah program ataupun software yang akan mereka
pergunakan apakah legal atau illegal, karena program atau sistem operasi apapun
yang akan mereka gunakan, selalu ada aturan penggunaan atau license agreement.
Dalam pemahaman bidang hukum mereka harus mengetahui undang –undang yang
membahas tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) dan pasal‐pasal yang membahas hal tersebut. Hukum Hak Cipta
melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang
dimaksud seperti dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel atau
buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam
bentuk suara dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video
koreografi dll,
Definisi lain yang
terkait adalah Hak Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta
di atas dalam kaitannya dengan perdagangan. Hak Cipta diberikan seumur hidup
kepada pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan
paten berlaku 20 tahun. Hak Cipta direpresentasikan dalam tulisan dengan simbol
© (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™ (trademark). Hak Paten
yang masih dalam proses pendaftaran disimbolkan ® (registered). Hukum Hak Cipta
bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat
turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author)
adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta
sering diasosiasikan sebagai jual‐beli lisensi,
namun distribusi Hak Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual‐beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan
bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa jual‐beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open Source,
originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan
redistribusi mengacu pada aturan Open Source. Hak Cipta tidak melindungi
peniruan ide, konsep atau sumbersumber referensi penciptaan karya. Sebagai
Contoh Apple sempat
menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas
Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak
Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan
gambargambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua
dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna
pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam perangkat lunak
selain karya asli yang dilindungi juga karya
turunan (derivasi) tetap dilindungi. Misal
Priyadi yang membuat kode plugin PHP exec
di WordPress harus mengikuti aturan
redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan
PHP dan PHP mempunyai lisensi Open Source. Dengan kata lain Priyadi
harus tunduk terhadap aturan Open Source dalam
meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
3.3 Freeware
Istilah ``freeware''
tidak terdefinisi dengan jelas, tapi biasanya digunakan untuk paket‐paket yang mengizinkan redistribusi tetapi bukan
pemodifikasian (dan kode programnya tidak tersedia). Paket‐paket ini bukan perangkat lunak bebas, jadi jangan
menggunakan istilah ``freeware'' untuk merujuk ke perangkat lunak bebas.
3.4 Shareware
Shareware ialah
perangkat lunak yang mengizinkan orang orang untuk meredistribusikan
salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar
biaya lisensi. Shareware bukan perangkat lunak bebas atau pun semi‐bebas. Ada
dua alasan untuk hal ini, yakni: Sebagian besar shareware, kode programnya
tidak tersedia; jadi anda tidak dapat memodifikasi program tersebut sama
sekali. Shareware tidak mengizinkan seseorang untuk membuat salinan dan
memasangnya tanpa membayar biaya lisensi, tidak juga untuk orang‐orang yang terlibat dalam kegiatan nirlaba. Dalam
prakteknya, orang‐orang sering tidak mempedulikan perjanjian
distribusi dan tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian tidak
mengizinkannya.
3.5 Lisensi Open Source
Open source bila
diterjemahkan secara langsung, open source berarti “(kode) sumber
yang terbuka”. Sumber yang dimaksud disini adalah source code (kode
sumber) dari sebuah software (perangkat lunak), baik itu berupa
kode‐kode bahasa pemrograman maupun dokumentasi dari
software tersebut. Open source adalah suatu budaya. Hal ini
bermaksud untuk menegaskan bahwa open source ini berlatar dari
gerakan nurani para pembuat software yang berpendapat bahwa source
code itu selayaknya dibuka terhadap publik. Tetapi pada prakteknya
open source itu bukan hanya berarti memberikan akses pada pihak luar
terhadap source code sebuah software secara cuma‐cuma, melainkan lebih dari itu.
Ada banyak hal yang perlu dipenuhi agar sebuah software dapat
disebut didistribusikan secara open source atau dengan kata lain
bersifat open source. Sebuah organisasi yang bernama Open Source
Organization, mendefinisikan pendistribusian software yang
bersifat open source dalam The Open Source Definition. The
Open Source Definition ini bukanlah sebuah lisensi, melainkan suatu set
kondisi‐kondisi yang harus dipenuhi, agar sebuah
lisensi dapat disebut bersifat open source.
Ada pun definisinya sebagai berikut :
- Pendistribusian ulang secara cuma‐cuma. Sebagai contoh adalah Linux
yang dapat diperoleh secara cuma‐cuma.
- Source code dari software tersebut harus disertakan atau diletakkan di tempat yang dapat diakses dengan biaya yang rasional. Dan tentu saja tidak diperkenankan untuk menyebarkan source code yang menyesatkan.
- Software hasil modifikasi atau yang diturunkan dari software berlisensi source code, harus diijinkan untuk didistribusikan dengan lisensi yang sama seperti software asalnya
- Untuk menjaga integritas source code milik penulis software asal, lisensi software tersebut dapat melarang pendistribusian source code yang termodifikasi, dengan syarat, lisensi itu mengijinkan pendistribusian filefile patch (potongan file untuk memodifikasi sebuah source code) yang bertujuan memodifikasi program tersebut dengan source code asal tersebut. Dengan begitu, pihak lain dapat memperoleh software yang telah dimodifikasi dengan cara mem‐patch (merakit) source code asal sebelum mengkompilasi. Lisensi itu secara eksplisit harus memperbolehkan pendistribusian software yang dibuat dari source code yang telah dimodifikasi. Lisensi tersebut mungkin memerlukan hasil kerja modifikasi untuk menyandang nama atau versi yang berbeda dari software asal.
5. Lisensi
tersebut tidak diperbolehkan menciptakan diskriminasi terhadap orang
secara individu atau kelompok.
- Lisensi tersebut tidak boleh membatasi seseorang dari menggunakan program itu dalam suatu bidang pemberdayaan tertentu. Sebagai contoh, tidak ada pembatasan program tersebut terhadap penggunaan dalam bidang bisnis, atau terhadap pemanfaatan dalam bidang riset genetik.
- Hak‐hak yang dicantumkan pada program tersebut harus dapat diterapkan pada semua yang menerima tanpa perlu dikeluarkannya lisensi tambahan oleh pihak‐pihak tersebut.
- Lisensi tersebut tidak diperbolehkan bersifat spesifik terhadap suatu produk. Hak‐hak yang tercantum pada suatu program tidak boleh tergantung pada apakah program tersebut merupakan bagian dari satu distribusi software tertentu atau tidak. Sekalipun program diambil dari distribusi tersebut dan digunakan atau didistribusikan selaras dengan lisensi program itu, semua pihak yang menerima harus memiliki hak yang sama seperti yang diberikan pada pendistribusian software asal.
- Lisensi tersebut tidak diperbolehkan membatasi software lain. Sebagai contoh, lisensi itu tidak boleh memaksakan bahwa program lain yang didistribusikan pada media yang sama harus bersifat open source atau sebuah software compiler yang bersifat open source tidak boleh melarang produk software yang dihasilkan dengan compiler tersebut untuk didistribusikan kembali. Lisensi‐lisensi yang telah disertifikasi oleh Open Source Organization ini antara lain GNU General Public License (GPL) (juga dikenal sebagai “Copyleft”), GNU Library General Public License (LGPL), dan Sun Public GNU GPL dan GNU LGPL adalah lisensi yang dibuat oleh The Free Software Foundation. Lisensi ini pula yang digunakan oleh software Linux pada umumnya. Kata “free” dalam lisensi ini merujuk pada hal "kebebasan", bukan pada hal “uang”. Dengan kata lain, “free” dalam hal ini berarti “bebas” bukan “gratis”, seperti yang tertulis dalam pembukaan lisensi tersebut diatas.
Berikut adalah cuplikan
dari pembukaan GNU GPL yang dapat
dikatakan merupakan rangkuman dari keseluruhan
lisensi tersebut. “Ketika kita berbicara tentang perangkat lunak bebas, kita
mengacu kepada kebebasan, bukan harga. Lisensi Publik Umum kami dirancang untuk
menjamin bahwa Anda memiliki kebebasan untuk mendistribusikan salinan dari
perangkat lunak bebas (dan memberi harga untuk jasa tersebut jika
(Anda mau), mendapatkan source code atau
bisa mendapatkannya jika Anda mau, mengubah suatu perangkat lunak atau
menggunakan bagian dari perangkat lunak tersebut dalam suatu program baru yang
juga bebas; dan mengetahui bahwa Anda dapat melakukan semua hal ini.”
3.6 Undang Undang HAKI bidang TIK
Bagian
Pertama
Fungsi
dan Sifat Hak Cipta
Pasal
2
(1) Hak Cipta merupakan
hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang
berlaku.
(2) Pencipta dan/atau
Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak
untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Bagian
Keempat
Ciptaan
yang Dilindungi
Pasal
12
(1) Dalam Undang‐undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain
yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan
seni terapan;
g. arsitektur;
h peta
i. seni batik;
j. photografi
k. sinematografi
l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database,
dan karya lain
dari hasil pengaliwujudan.
Bagian
Kelima
Pembatasan
Hak Cipta
Pasal
14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang
Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala
sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah,
kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan
perundang‐undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan
itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pasal
15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus
disebutkan atau dicantumkan, tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar
Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang semata‐mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak
dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para
tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program
Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa
oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata‐mata untuk
keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan pelaksanaan
teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan
bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program
Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata‐mata untuk digunakan sendiri.
Pasal
16
(1) Untuk kepentingan
pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan,
terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah
mendengar pertimbangan
a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk
melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia
dalam waktu yang ditentukan;
b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang
bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan
dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia
dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan
tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan
penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2) Kewajiban untuk
menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu
pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke
dalam bahasa
Indonesia.
(3) Kewajiban untuk
memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat
jangka waktu:
a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di
bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia
b. 5 (lima) tahun
sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di
bidang seni dan sastra
dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah
Negara Republik
Indonesia
(4) Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam
wilayah Negara
Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor
ke wilayah Negara lain.
(5) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya
ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(6) Ketentuan tentang
tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Bagian
Kedelapan
Sarana
Kontrol Teknologi
Pasal
27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol
teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan dirusak,
ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi
.
Pasal 28
(1) Ciptaan‐ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi
tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi
semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana
produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
BAB
III
MASA
BERLAKU HAK CIPTA
Pasal
29
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis
lain;
b. drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis,
seni pahat, dan seni patung;
d. seni batik;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f.
arsitektur;
g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis
lain;
h. alat peraga;
i. peta;
j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai
berlaku selama hidup
Pencipta dan terus berlangsung hingga50 (lima puluh) tahun setelah
Pencipta meninggal dunia. (2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup
Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima
puluh) tahun sesudahnya.
Pasal
30
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama
50 (lima puluh)
tahun
sejak pertama kali diumumkan
(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang
diterbitkan berlaku selama
50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
(3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau
dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali diumumkan.
BAB V
LISENSI
Pasal
45
(1) Pemegang Hak Cipta berhak
memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Kecuali diperjanjikan lain,
lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan
berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Kecuali
diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak
Cipta oleh penerima Lisensi.
(4) Jumlah royalti yang
wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan
organisasi profesi.
Pasal
46
Kecuali diperjanjikan
lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan
Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
Pasal
47
(1) Perjanjian Lisensi dilarang
memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang‐undangan yang
berlaku.
(2) Agar dapat
mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian
Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3) Direktorat Jenderal
wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB
XIII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
72
(1) Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing‐masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan
sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan
sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan
sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp
150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan
sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
3.7 Rangkuman Kegiatan Belajar 2
- Setiap perangkat lunak atau sistem operasi
mempunyai aturan penggunaannya secara hukum, dan dilindungi oleh hukum
tersebut.
- Perangkat lunak secara hukum penggunaannya,
dapat dibedakan menjadi :
1. Freeware
2. Shareware
3. Open Source
Semoga Bermanfaat Dan Salam hangat bagi Sobat blogger
Posted By Febi Irawanto
1 komentar:
I like viewing web sites which comprehend the price of delivering the excellent useful resource free of charge. I truly adored reading your posting. Thank you! Looking for some inspiration for your next trip? Find great vacation ideas and inspiration from Things to do with your source for the web's best reviews and travel ...
Posting Komentar